ABSTRAKPerusahaan Pembiayaan Konsumen menggunakan perjanjian baku dalam kegiatan perusahaannya. Pada perjanjian baku perusahaan pembiayaan tersebut pada pasal yang mengatur mengenai penyelesaian sengketa menentukan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan melalui pengadilan negeri. Hal ini menghilangkan hak konsumen dalam memilih forum penyelesaian sengketa konsumen karena pada dasarnya hukum sudah mengembangkan pilihan forum penyelesaian sengketa agar kasus sengketa tidak menumpuk di pengadilan negeri. Penulis melakukan peninjauan perjanjian baku tersebut dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan serta dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang dapat ditinjau melalui keadaan pengadilan maupun lembaga penyelesaian sengketa saat ini. Kemudian setelah melakukan peninjauan tersebut, dapat dipahami bahwa pembakuan pilihan penyelesaian sengketa di Pengadilan Negeri tidak dilarang ataupun dibatasi secara jelas dalam Peraturan Perundang-Undangan namun hal tersebut tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang menyebutkan bahwa Konsumen dapat menggunakan dua cara penyelesaian sengketa yaitu melalui pengadilan negeri dan di luar pengadilan negeri. Maka dari itu seharusnya para pelaku usaha dalam hal ini Perusahaan Pembiayaan Konsumen tidak membakukan pilihan penyelesaian sengketa melainkan membuat ketentuan bahwa penyelesaian sengketa akan dilakukan berdasarkan kesepakatan para pihak dan sesuai kondisi kedua belah pihak.
ABSTRAKThe Consumer Finance Company nowadays has been using a standardized contract in their financing business. The standardized contract in the clause which declare that a dispute resolution can only through the court, has been eliminating the consumer rsquo s rights for choosing the dispute resolution forum that the law can offer and eliminating the chance to decentralize law cases for piling up in the court. The writer will review the standardized contract by reviewing Indonesia rsquo s consumer protection act and other review that delineate the court rsquo s and the alternative dispute resolution rsquo s circumstances. After reviewing the standardized contract, shows that the constitution has not yet forbidding or limiting explicitly for standardizing a dispute resolution options. However, standardizing a dispute resolution options is not in accordance with the consumer protection act which declare that consumer has two options in resolving a dispute and those are dispute resolution through the court or the alternative dispute resolution. Therefore, The Consumer Finance Company should not standardize a dispute resolution option, instead they rather stating a clause that leave the choice wide open for both the consumer and The Consumer Finance Company themselves to choose the best dispute resolution based on both of their condition.