ABSTRAKMeskipun kondisi ekonomi makro hingga kini belum menguntungkan, kinerja reksadana mengalami peningkatan baik jumlah reksadana yang beredar maupun jumlah investomya. Reksadana berkembang secara pesat akibat kebijakan pembebasan pajak, sehingga pemilik dana akan memilih reksadana sebagai instrument investasi dibandingkan dengan deposito, terutama untuk reksadana obligasi. Secara teoritis semua investor adalah risk-averse yang berarti investor akan memilih jenis investasi yang memberikan rate of return sebesar mungkin dan tingkat resiko yang serendah mungkin.
Untuk membantu investor menakar resiko investasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: pertama, dengan beta (p) yang memiliki nilai sebesar satu untuk resiko pasar dan kedua adalah standar deviasi yang biasa disebut dengan volatilitas (a). Reksadana yang akan digunakan sebagai objek penelitian adalah reksadana saham yang memiliki potensi resiko yang tertinggi.
Beberapa lembaga independen dunia juga menghitung kinerja investasi yang disesuaikan dengan resiko (risk-adjusted return). Dari basil perhitungan (riskadjusted return), selanjutnya akan dapat dilakukan rating atas reksadana. Rating ini melihat seberapa besar potensi resiko sebuah reksadana kalau dilihat dari data-data historis, selain juga pertumbuhan NAB-nya. Dengan rating ini investor akan dapat memilih reksadana yang mencatat pertumbuhan NAB tinggi, tetapi potensi resikonya seimbang. Gaya investasi tertentu dari reksadana bisa mencatat pertumbuhan yang rendah tetapi memiliki potensi resiko yang tinggi.
Proses Rating reksadana saham bertujuan untuk melihat kemampuan Manajer Investasi yang menerbitkan reksadana tersebut dalam mengelola portfolio investasi yang sangat beresiko. Indikator resiko yang akan digunakan adalah conditional variances dan akar dari conditional variances adalah volatilitas (a) yang akan diperoleh dengan metode: Exponential Weighted Moving Average Model (EWMA}, Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (ARCH) I Generalised Autoregressive Conditional Heteroscedastic (GARCH).
Permasalahan dalam karya akhir ini adalah mengukur risiko investasi dalam reksadana saham menggunakan metode perhitungan standar deviasi (volatilitas) dengan estimator model EWMA dan model ARCH/GARCH, mencari estimator model volatilitas yang terbaik, membuktikan apakah reksadana saham yang memiliki volatilitas yang tingginya melebihi volatilitas pasar (IHSG) akan memiliki pertumbuhan imbal hasil (return) yang tinggi, atau sebaliknya. Meneliti strategi portfolio yang digunakan perusahaan manajer investasi di Indonesia dalam mengelola portofolio reksadana saham.
Data yang dipergunakan dalam penulisan karya akhir ini adalah nilai aktiva bersih (NAB) per unit penyertaan, yaitu NAB harian yang dikeluarkan oleh Bank Kustodian. Peri ode penelitian dalam penghitungan volatilitas adalah selama 24 (dua puluh empat) bulan yaitu dari tanggal 1 Januari 2001 sampai dengan 31 Desember 2002 (sekitar 500 titik data). Karya akhir ini difokuskan kepada penghitungan conditional volatilitas pada risiko pasar, yaitu resiko portfolio saham atau ekuitas. Kemudian melakukan uji validitas model dengan melakukan proses backtesting dengan Kupiec Test, baik pada EWMA maupun ARCH/GARCH untuk melihat model apa yang lebih baik.
Hasil dari portofolio yang diteliti pada umumnya menunjukkan risiko yang sebanding dengan returnnya, namun bisa saja suatu portofolio yang memiliki volatilitas tinggi tetapi ratingnya tidak begitu baik. Pada reksadana ABN Amro Dana Saham mengikuti fenomena Low Risk High Return. Phinisi Dana Saham, BNI Reksa Dana Berkembang, Panin Dana Saham, GTF Agresi( Si Dana Saham, Rencana Cerdas dan GTF Sentosa mengikuti fenomena High Risk High Return. BIG Nusantara mengikuti fenomena Low Risk Moderat Return. Nikko Saham Nusantara, Master Dinamis, Bahana Dana mengikuti fenomena High Risk Moderat Return. Megah Kapital, Danareksa Mawar, Arjuna, Bima, GTF Sejahtera mengikuti fenomena Low Risk Low Return. Fenomena volatilitas yang tinggi tidak selalu disertai dengan pertumbuhan return yang tinggi, jika para manajer investasi tidak melakukan pengelolaan yang baik. Keputusan terletak di tangan investor sendiri untuk memilih asset lokasi, strategi, style, reksadana maupun manajer investasi yang sesuai dengan rencana investasi.