ABSTRAKKrisis moneter yang melanda Indonesia dan negara-negara di Asia mulai pertengahan 1997 menyebabkan turunnya nilai tukar (depresiasi) Rupiah terhadap Dollar A.S. (USD). Krisis moneter ini sangat dasyat dampaknya kepada Indonesia dimana Rupiah mengalami depresiasi sampai 4 kali lipat, dari Rp. 2.500 per-USD menjadi sekitar Rp. 10.000 per USD. (Maret 2001).
Turunnya nilai tukar Rupiah menyebabkan pembayaran tagihan listrik dari PT. PLN kepada produsen listrik swasta menjadi terhambat dan berhenti, karena tagihan dalam mata uang Dollar A.S. sedangkan pemasukkan PT. PLN dalam Rupiah. Hal ini dialami PT. Energi Panas Bumi (PT. EPB) yang memproduksi uap panas bumi untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTPB) milik PT. PLN, dan penjualan listrik dari PLTPB PT. EPB kepada PT. PLN.
Dalam membangun fasilitas sumur panas bumi dan PLTPB, PT. EPB meminjam uang kepada kreditornya sindikasi Bank sebesar USD 250,000,000 yang harus dilunasi selama 10 tahun. Dengan terhambatnya pembayaran tagihan dari PT. PLN, maka PT. EPB mengalami masalah pembayaran hutang dengan kreditornya.
Karya Akhir ini membahas alternatif restrukturisasi hutang PT. EPB kepada kreditornya. Alternatif yang direkomendasikan adalah kombinasi hair cut dan penjadwalan hutang dengan tujuan memberikan waktu kepada PT. EPB untuk melunasi hutang-hutangnya dan menjaga kepentingan kreditor agar uang yang sudah dikeluarkan bisa kembali termasuk bunganya.
Metode yang digunakan adalah pendekatan restrukturisasi hutang yang pernah dilakukan di negara-negara Amerika dan Eropa dengan penyesuaian kondisi industry energi panas bumi di Indonesia.
Hal penting yang dicatat adalah itikad baik dari pihak PT. EPB dan sindikasi perbankan dalam restrukturisasi hutang. Pihak kreditor bahkan berusaha untuk meneruskan proyek panas bumi ini dengan tidak mempailitkan PT. EPB, walaupun menerinia konsekuensi pembayaran hutang yang terlambat.
Area studi ini hanya mencakup restrukturisasi hutang PT. EPB dengan kreditornya dan tanpa melibatkan restrukturisasi PT. EPB dengan PT. PLN sebagai konsumennya. Studi restrukturisasi hutang lebih lanjut akan lebih lengkap dan menyeluruh, jika dilakukan secara integral antara ketiga pihak.