ABSTRAKBerbagai macam alternatif tindakan korporasi dan transaksi bisnis dilakukan oleh perusahaan, baik itu perusahaan yang go public maupun perusahaan yang sahamnya dimiliki perseorangan atau sekelompok orang, baik lokal maupun asing, yang dilakukan semata-mata agar perusahaan tersebut dapat bertahan dalam menghadapi setiap tantangan, baik dari dalam (internal factors) maupun dari luar perusahaan (external factors) juga agar tujuan perusahaan dapat tercapai.
Dalam melakukan kegiatannya, perusahaan dituntut untuk berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan secara baik dan benar (good corporate governance). Berangkat dari hal tersebut, dalam upaya melindungi para pemegang saham terutama pemegang saham minoritas atau investor publik atas kerugian yang mungkin timbul dari suatu tindakan korporasi atau transaksi (corporate transactions) yang didominasi oleh pemegang saham mayoritas atau pihak lain yang terlibat, BAPEP AM telah menetapkan Peraturan Nomor IX.E.l tentang "transaksi benturan kepentingan" dan IX.E.2 tentang "transaksi material dan perubahan kegiatan usaha". Adapun salah satu syarat pokok dari kedua peraturan tersebut adalah keharusan menunjuk pihak independen untuk memberikan pendapat atas kelayakan atau kewajaran suatu transaksi yang pada umumnya disebut pendapat kewajaran atas transaksi atau ''fairness opinion transactions".
PT SMART dalam melindungi asset yang dikelolanya menggunakan berbagai macam strategi bisnis, salah satunya adalah menggunakan instrumen derivatif-swap valuta berjangka yang bertujuan melindungi nilai kewajiban dalam mata uang asing terhadap resiko fluktuasi dalam transaksi mata uang asing.
Dalam rangka hal tersebut diatas, PT SMART Tbk melakukan dua perjanjian swap valuta berjangka dengan pihak BII Bank Limited (BIIBL) masing-masing bernilai USD. 75 juta. Sehingga nilai total perjanjian swap valuta berjangka tersebut adalah sebesar USD. 150 juta.
Pada saat kedua perjanjian swap tersebut akan jatuh tempo, pihak BIIBL meriyatakan tidak dapat memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian swap yang telah disepakati dengan PT SMART Tbk. dikarenakan sedang melaksanakan restrukturisasi keuangan dan hutang dengan para debitumya. Sebagai jalan keluar, Pihak BIIBL menawarkan opsi pengalihan aktiva jaminan milik PT Century Capital Ltd, debitur BIIBL yang gagal memenuhi kewajibannya terhadap BIIBL, berupa kepemilikan 7.650 saham atau sebesar 49,997% kepemilikan di PT. Tapian Nadenggan dan 45 juta saham atau sebesar 9% kepemilikan di PT Ivo Mas Tunggal, yang menurut perhitungan financial analyst (PT Asian Appraisal Indonesia) masing - masing bemilai Rp. 480.086.621.789 ekuivalen USD.46,162,175 untuk 7.650 saham PT Tapian Nadenggan dan Rp. 286.756.560.000 ekuivalen USD.27,572,746 untuk 45 juta saham PT lvo Mas Tunggal.
Tujuan penulisan karya tulis akhir ini adalah memberikan suatu gambaran mengenai kinerja penilaian yang dilakukan financial analyst atau business valuers dalam memberikan suatu opini / pendapat kewajaran atas suatu transaksi bisnis yang dilakukan PT SMART Tbk tersebut dan mengetahui bagaimana penerapan penilaian suatu perusahaan dikaitkan dengan teori penilaian perusahaan yang ada (business valuation theory).
Analisis yang digunakan adalah dengan menganalisa laporan penilaian financial analyst yaitu PT Asian Appraisal Indonesia, dengan mengacu pada berbagai literatur, Undang-Undang dan Peraturan BAPEPAM, bahan seminar business valuers, audit report, appraisal report, laporan kinerja, dan laporan tahunan perusahaan, dan buku-buku acuan lainnya.
Hasil analisis terhadap laporan financial analyst menunjukan bahwa perhitungan yang dilakukan mengacu pada prinsip-prinsip penilaian tetapi masih mempunyai beberapa kelemahan dalam mengkaji lebih dalam faktor-faktor ekstemal yang seharusnya dapat mempertajam proses penilaian.
Last but not lease, dapat diambil suatu saran singkat bahwa dalam melakukan penilaian terhadap suatu badan usaha diperlukan bermacam-macam penyesuaian yang mungkin saja berbeda dengan penerapan teori yang ada yang disebabkan oleh perbedaan jenis karakter perusahaan yang dipengaruhi oleh faktor internal maupun ekstemal perusahaan itu sendiri, sejauh hal tersebut tidak menyimpang dari kaidah-kaidah peraturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah selaku regulator.