Perkembangan Kota Semarang sebagai kota metropolitan, memiliki luas wilayah 373,67 km2, dengan kualitas infrastruktur perkotaan yang semakin baik menjadi daya tarik urbanisasi timbulnya kawasan kampung kota hingga meliputi 42 titik. Kondisi ini memerlukan penanganan dari berbagai sektor diantaranya aspek perizinan. Permasalahan perizinan disebabkan oleh birokrasi, waktu penyelesaian dan biaya yang murah. Adapun permasalahan kawasan kumuh karena faktor pertambahan penduduk dan urbanisasi akibat migran ke kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, juga pembiaran dari pemerintah daerah akibat pengendalian bidang perizinan masih kurang teraplikasikan dengan baik. Metode penelitian secara deskriptif, analisis
kualitatif melalui pendekatan metode yuridis empirik atau sociolegal, yaitu kajian peraturan dan kebijakan yang berhubungan dengan reformasi perizinan dalam bentuk pelayanan melalui Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT), meliputi 23 jenis. Dampak penerapan reformasi perizinan 68% berpengaruh terhadap pengendalian permukiman kumuh, hal ini dibuktikan dengan penertiban yang dilaksanakan pemerintah Kota Semarang dalam mendukung program pemerintah melalui ketegasan Penertiban bangunan liar, sehingga lokasi kumuh kondisi tahun 2015 berkurang 14% menjadi 28 titik kekumuhan.