ABSTRAKHukum Islam membolehkan adanya poligami. Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi apabila ingin melakukan poligami. Tetapi di dalam syarat tersebut apabila ingin melakukan poligami, hukum Islam tidak mencantumkan syarat untuk izin terhadap istri terdahulunya. Dalam hukum perkawinan di Indonesia pada dasarnya menganut asas monogami. Namun dalam asas monogami ini terdapat beberapa pengecualian sehingga tidak bersifat monogami mutlak. Dalam beberapa keadaan poligami dapat dilakukan. Poligami tersebut diakui oleh peraturan perkawinan di Indonesia. Dalam kaitannya dengan poligami, timbul dua permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan ini. Pertama, apa saja aturan perizinan poligami dalam hukum Islam dan peraturan perkawinan di Indonesia, kedua apakah pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Bantul dalam Putusan No. 1121/Pdt.G/2016/PA.Btl dan Mahkamah Syariah Bireuen dalam Putusan 147/Pdt.G/2013/MS-Bir telah sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perkawinan di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penulisan ini skripsi ini adalah dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif. Data yang digunakan adalah data sekunder dengan menggunakan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Dalam melakukan analisis dipergunakan metode pendekatan kualitatif yang menghasilkan sifat deskriptif analitis. Berdasarkan penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak perlu adanya izin kepada istri terdahulunya apabila suami ingin berpoligami. Tetapi dalam peraturan perkawinan di Indonesia adanya syarat dan prosedur yang harus dipenuhi guna mendapatkan izin poligami dari Pengadilan Agama. Kemudian putusan Pengadilan Agama Bantul dan Mahkamah Syariah telah sesuai dengan peraturan perkawinan di Indonesia. Namun Hakim kurang melihat fakta-fakta di dalam persidangan. Seharusnya hakim lebih teliti dan tidak langsung percaya dengan keterangan para pihak tanpa ada bukti yang autentik dan yang sah.
ABSTRACTIslamic law permits polygamy. There are conditions that must be met if you want to do polygamy. But under these conditions if you want to do polygamy, Islamic law does not include a condition for permission to his previous wife. In marriage law in Indonesia basically adheres to the principle of monogamy. But in this monogamous principle there are some exceptions, but not absolute monogamy. In some circumstances polygamy can be done. Polygamy is recognized by marriage rules in Indonesia. In relation to polygamy, two issues arise which will be examined in this paper. First, what are the rules of licensing of polygamy in Islamic law and marriage regulation in Indonesia, second what is the consideration of Religious Judge of Bantul Court in Decision No. 1121 Pdt.G 2016 PA.Btl and the Bireuen Sharia Court in its Decision 147 Pdt.G 2013 MS Bir have been in accordance with Islamic law and marriage regulations in Indonesia. The method used in this paper this thesis is to use normative juridical research methods. The data used are secondary data using primary legal materials, secondary legal materials, and tertiary legal materials. In conducting the analysis used qualitative approach method that produces analytical descriptive nature. Based on these studies can be concluded that there is no need for permission to the wife of his predecessor if the husband wants to polygamy. But in marriage regulations in Indonesia there are conditions and procedures that must be met in order to obtain polygamy permits from the Religious Courts. Then the verdict of the Bantul Religious Court and the Shariah Court have been in accordance with the marriage regulations in Indonesia. But the Judge did not see the facts in the trial. The judges should be more conscientious and indirectly believe in the statements of the parties without any authentic and legitimate evidence.