ABSTRAKKesehatan merupakan sesuatu yang penting bagi setiap orang, namun tidak sedikit masyarakat yang mengalami berbagai kendala untuk mengakses fasilitas kesehatan yang dibutuhkan. Hal ini ditanggapi oleh sebagian masyarakat dengan menyelenggarakan pengobatan massal. Berkaitan dengan kegiatan ini, berpotensi terjadi kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pasien, sebagaimana dalam Putusan No. 82/BDG/K-AD/PMT-II/VIII/2010. Penulis akan membahas mengenai pengaturan dan tanggung jawab hukum para pihak dalam pengobatan massal dan kesesuaian antara tanggung jawab dan kewenangan para pihak dalam Putusan No. 82/BDG/K-AD/PMT-II/VIII/2010. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan metode penelitian yuridis normatif, dengan tipe penelitian deskripstif. Kesimpulan dari skripsi ini adalah adanya pengaturan kewenagan dan tanggung jawab hukum para pihak dalam pengobatan massal. Dalam pelaksanaan sirkumsisi, seharusnya kewenangan ada di dokter berdasarkan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). Dalam putusan No. 82/BDG/K-AD/PMT II/VIII/2010, sirkumsisi dilaksanakan oleh perawat militer tanpa kewenangan dan kompetensi. Saran, sosialisasi berkala terhadap penyedia layanan kesehatan, tenaga medis, dan tenaga kesehatan mengenai kewenangan dan tanggung jawab.
ABSTRACTHealth is one of the important things for everyone, but not a few people get an obstacle to access the health facilities they needed. This is addressed by some communities by organizing a mass treatment. Related to that activity , there is the potential for negligence which causes harm to the patient, as in verdict No. 82/BDG/K-AD/PMT-II/VIII/2010. The author will discuss the regulation and legal responsibilities of the parties in the mass treatment and the suitability between the responsibilities and authorities of the parties in verdict No. 82/BDG/K-AD/PMT-II/VIII/2010. This research is using research method of normative juridical, with type of descriptive research.. The conclusion of this thesis is the regulation of authority and legal responsibility of the parties in the mass treatment. In the implementation of circumcision, the authority should be on the doctor, based on Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI). In the verdict No. 82/BDG/K-AD/PMT-II/VIII/2010, circumcision is carried out by military nurses without authority and competence. Suggestions, provide a periodic socialization for health providers, medical personnel , and health personnel about the authority and the responsibility.