ABSTRAKTesis ini membahas mekanisme pendisiplinan yang mengkaji masalah ketidakdisiplinan yang ada SMA MELATI Jakarta Barat. Masalah ketidakdisiplinan menjadi kajian penting. Hal ini ditandai dengan kompleksnya ketidakdisiplinan. Tujuan penelitian ini akan memetakan pandangan guru pada bentuk ndash;bentuk ketidakdisiplinan peserta didik di SMA MELATI Jakarta Barat, menjelaskan kasus-kasus ketidakdisiplinan di SMA MELATI Jakarta Barat, dan menganalisis mekanisme pendisiplinan dalam menangani kasus ketidakdisiplinan peserta didik di SMA MELATI Jakarta Barat.Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dengan informan dalam penelitian ini terdiri dari Kepala Sekolah SMA MELATI, Wakil Kepala Sekolah Bag. Kesiswaan, Pembina OSIS, Guru BP/BK, Guru dan para peserta didik yang terlibat dalam mekanisme pendisiplinan. Siswa SMA MELATI menjadi menarik dalam penelitian karena mayoritas peserta didik SMA MELATI berasal dari keluarga kelas sosial-ekonomi menengah kebawah yang dapat mempengaruhi perilaku mereka. Dinama kelas sosial ini juga mempengaruhi perilaku anak.Berdasarkan Hasil penentuan ketidakdisiplinan mengalami ketimpangan dalam mekanisme pendisiplinan oleh setiap guru. Hal ini dikarena perbedaan pandangan dan cara mekanisme mendisiplinkan berbeda-beda. Perbedaan ketika menetapkan pendisiplinan, sehingga mengalami ketimpangan. Ketimpangan dan perbedaan ini disebab karena kolusi dan nepotisme di dalam SMA MELATI.Mekanisme pendisplinan yang ada di SMA MELATI berupa siksaan yang dipertontokan untuk menujukan legitimasi kekuasaan guru. Mekanisme yang dipertontonkan ini menunjukkan bagaimana tubuh peserta didik menjadi tubuh yang disiplin atau pematuhan docility ketika ada perintah dari guru. Mekanisme pendisiplinan yang ada di SMA MELATI mirip yang diungkapakan Foucault bahwa sekolah merupakan penjara moderen di masyarakat. Menjadi penjara moderen yang dapat melakukan melakukan mekanisme pendisiplinan dengan cara siksaan dengan tidak menempatkan kesadaran peserta didik akan kebutuhannya. Maka perlu mekanisme pendisiplinan yang dialogis maka dapat membentuk peserta didik yang otonom dan memiliki keasdaran sendiri.
ABSTRACTThis thesis discusses the disciplinary mechanism that examines the problem of indiscipline in MELATI School, West Jakarta. The problem of indiscipline becomes an important study. This is characterized by the complexity of indiscipline. The purpose of this study will be to map out the views of teachers on the forms of undisciplined learners in MELATI School West Jakarta, explain cases of indiscipline in MELATI School West Jakarta, and analyze the disciplinary mechanism in dealing with cases of undisciplined learners in MELATI School West Jakarta. The research method used is qualitative, with informants in this study consisting of Principal MELATI School, Vice Principal Bag. Student Affairs, OSIS Coach, BP BK Teachers, Teachers and learners involved in disciplinary mechanisms. MELATI high school students become interesting in the research because the majority of MELATI high school students come from middle class socio economic families who can influence their behavior. This social class also affects children 39 s behavior. Based on the results of the determination of indiscipline inequalities in disciplinary mechanisms by each teacher. This is because different views and ways of disciplining mechanisms vary. Differences when establishing discipline, resulting in inequality. This inequality and difference is due to collusion and nepotism in the MELATI School. The existing disciplinary mechanism in MELATI School is torture that is contested to address the legitimacy of teacher power. The mechanisms shown show how the learner 39 s body becomes a disciplined body or docility compliance when there is an instruction from the teacher. The disciplinary mechanisms that exist in MELATI High School are similar to those Foucault expressed that schools are modern prisons in society. Becoming a modern prison that can carry out disciplining mechanisms by torture by not putting learners awareness of their needs. So it needs a dialogical disciplinary mechanism that can form learners who are autonomous and have their own awareness.