ABSTRAKNotaris memiliki kewenangan untuk membuat akta autentik yang merupakan alat bukti yang sempurna. Oleh karena itu peran notaris menjadi sangat penting dalam peristiwa hukum pengalihan hak dengan nilai objek yang cukup tinggi. Namun, terkadang dalam praktiknya, notaris melakukan penyalahgunaan kewenangan pada saat pelaksanaan pengalihan hak yang menggunakan jasanya, seperti yang terdapat di dalam kasus Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 133/PID/2015/PT.DKI dimana dalam kasus ini notaris melakukan penggelapan sertipikat miik penjual yang dititipkan kepadanya dalam rangka pemeriksaan keabsahan sertipikat hak milik serta pelaksanaan perjanjian pengikatan jual beli. Atas tindakannya tersebut, notaris dalam kasus tersebut diputus bersalah melakukan tindak pidana penggelapan yang terdapat dalam pasal 372 KUHP di pengadilan tingkat pertama, dan dikuatkan di pengadilan tingkat banding. Permasalahan yang timbul adalah bagaimana terjadinya penyalahgunaan kewenangan oleh notaris dalam kasus tersebut dan bagaimana implikasi hukum terhadap penyalahgunaan kewenangan oleh notaris dalam kasus tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan hasil bentuk penelitian deskriptif-analitis. Dalam hal ini putusan hakim telah tepat dalam memutus perkara tersebut namun alangkah lebih tepat lagi apabila pasal 374 KUHP yang berhubungan dengan penggelapan berat ditambahkan oleh jaksa kedalam dakwaan dan dijadikan pertimbangan oleh hakim yang memutus perkara tersebut. Untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan kewenangan notaris dalam pemeriksaan sertipikat oleh notaris yang memiliki itikad buruk, alangkah baiknya apabila data-data mengenai kepemilikan sertipikat disimpan di dalam sebuah database atau pangkalan data yang disimpan secara online dan hanya dapat diakses oleh notaris dan/atau pejabat pembuat akta tanah. Sehingga selain melindungi penjual, hal tersebut dapat melindungi notaris dengan cara mengurangi kesempatan notaris untuk melakukan penggelapan sertipikat yang dititipkan kepada notaris.
ABSTRACTThe role of a notary is of vital importance in the event of a transfer of rights pertaining to high value objects, since a notary has the authority to create authentic deed which acts as a perfect instrument of evidence before the court. However, it is commonly found in practice that a notary commits an abuse of authority when their services are being used in transactions involving a transfer of rights, one such example of a notary rsquo s abuse of authority can be seen in Jakarta High Court Verdict Number 133 PID 2015 PT.DKI. In this case, a notary embezzled a certificate of ownership belonging to a client, which was entrusted to be withheld by the notary for the purpose of validity examination and the execution of its corresponding conditional sale and purchase agreement. For his wrongdoing, the notary in this case was found guilty by the district court for the criminal act of embezzlement as set out in Article 372 of the Indonesian Criminal Code, such decision was later strengthened in the court of appeals. The legal issue to be discussed in this article is on the abuse of authority by the notary the aforementioned case. The research method used is a normative juridical method, with is the result of a descriptive analytical research form. In this case, the decision of the judges was deemed appropriate, however it would be more suitable if Article 374 of the Indonesian Criminal Code relating to severe embezzlement was to be included in the indictment by the prosecutors and was taken into consideration by the judges presiding over the case. To reduce the occurrences of abuse of authority by notaries with bad faith during the examination of a certificate, the data related to the ownership of the certificate should be stored in an online database and should only be accessed by a notary and or land deed official. This will not only help protect sellers, but also reduce the chances a notary has to commit embezzlement withheld certificates.