ABSTRAKPada 2013 lalu, Pemerintah Daerah Yogyakarta mengubah tiga nama jalan, yaitu Jalan
Pangurakan (d.h Jalan Trikora), Jalan Margo Mulyo (d.h Jalan Ahmad Yani), dan
Jalan Margo Utomo (d.h Jalan Pangeran Mangkubumi). Nama jalan yang baru memuat
nilai asli, kesejarahan, budaya, dan filosofi yang notabene perlu dilrevitalisasi dan
dilestarikan. Pengubahan ini merupakan salah satu realisasi atas rencana menjadikan
Yogyakarta sebagai Kota Filosofi dan Kota Warisan Dunia menurut UNESCO.
Penelitian ini bertujuan menggali makna dan pemaknaan oleh masyarakat terhadap
nama jalan yang diubah tersebut. Sumber data penelitian berasal dari informasi
informan 22 orang masyarakat dan narasumber yang berlatar budayawan, sejarawan,
dan pemerintah. Selain itu, peneliti juga mengumpulkan foto penggunaan nama jalan
dan sejumlah peta klasik hingga modern. Melalui metodologi kualitatif, peneliti
mengolah korpus data menggunakan pendekatan semiotik (Segitiga Semiotik dan
Metabahasa dan Konotasi) dan sosio-onomastik (Lanskap Linguistik, Kelekatan
Toponimik, dan Onomastik Setempat). Hasilnya, nama jalan yang diubah tidak hanya
mengandung makna dasar tetapi juga mengandung makna filosofi. Nama-nama jalan
yang diteliti dimaknai secara beragam oleh masyarakatnya. Pemaknaan ini berkaitan
dengan sikap, persepsi, dan preferensi mereka terhadap nama jalan dan pengubahannya.
Dengan merujuk pada hasil penelitian ini, pengubahan nama jalan dapat berdampak
pada banyak hal jika tidak dipersiapkan dengan paripurna.
ABSTRACTIn 2013, the local government of Yogyakarta changed three street names: Jalan
Pangurakan (formerly Jalan Trikora), Jalan Margo Mulyo (formerly Jalan Ahmad Yani),
and Jalan Margo Utomo (formerly Jalan Pangeran Mangkubumi). Proposed name
changes that reflect local values, history, culture and philosophy are fit to preserve and
restore. This street renaming is part of an awareness of the history and heritage of the
physical space in the city and its status as an UNESCO heritage city of philosophy. This
study aims to explore the etymology and meaning of street names by society. The
corpus data of research comes from information of 22 people, artist, historian, and
municipal government. In addition, researcher also collected photos of the use of street
names, and a number of classic to modern maps. Through qualitative methodology,
researcher analysed the corpus data using a semiotic approach (Semiotic Triangle and
Metalanguage and Connotation) and socio-onomastic (Linguistic Landscape,
Toponymic Attachment, and Folk Onomastic). The result is the new names contained
not only the basic meaning but also the philosophical meaning. The street names
interpreted in various ways by the people as well as related to their attitudes,
perceptions, and preferences. Based on the evidence, street renaming could affect into
many things if it was not prepared well.