ABSTRAKIndonesia sebagai negara kepulauan dengan garis pantai yang panjang dan wilayah laut yang luas sangat rentan mengalami tindak kejahatan illegal fishing. Badan Keamanan Laut Bakamla dibantu dengan TNI Angkatan Laut dan Polisi Air memiliki tugas yang sangat berat dalam mengamankan wilayah kelautan Republik Indonesia. Dalam usaha pengamanan laut Republik Indonesia lembaga-lembaga tersebut di atas masih memiliki kendala, yaitu mengalami kekurangan fasilitas penunjang dalam proses penegakan hukum wilayah laut. Dengan jumlah armada kapal patroli yang sangat sedikit itu tentu keberadaannya sangat tidak seimbang dengan jumlah wilayah yang harus diamankan. Pada artikel ini penulis berusaha melihat serta memberi pilihan alternatif dalam bidang pengawasan dan pengamanan wilayah kelautan Republik Indonesia berbentuk drone yang dikendalikan tanpa awak. Selain itu penulis juga menggunakan Routine Activity Theory dalam melihat fenomena illegal fishing dan berusaha menemukan kerentanan yang nantinya akan dicoba digantikan oleh drone sebagai guardian.
ABSTRACTIndonesia as an archipelagic country with long coastline and wide sea area is very susceptible to illegal fishing. Marine Security Agency Bakamla assisted by the Navy and Water Police has a very heavy duty in securing the maritime territory of the Republic of Indonesia. In the efforts of marine security of the Republic of Indonesia the institutions mentioned above still have constraints, that is experiencing lack of supporting facilities in law enforcement process of sea area. With a very small number of fleets of patrol boats it is certainly very unbalanced with the number of areas to be secured. In this article the author seeks to see and provide alternative options in the field of surveillance and security of the Republic of Indonesia marine region with umanned drone. In addition, the author also uses Routine Activity Theory in looking at the phenomenon of illegal fishing and trying to find a vulnerability that will be attempted replaced by the drone as guardian.