ABSTRAKPenelitian ini berusaha menjawab permasalahan: Bagaimana pengalaman perempuan dengan kasus abortus spontan sebelum mendapatkan anak pertama yang lahir hidup? Teori yang digunakan adalah teori diri-dalam-hubungan yang secara garis besar mengemukakan bahwa kebutuhan berhubungan dengan orang lain adalah suatu hal panting dalam proses pengembengan diri perempuan. Hat ini termasuk hubungannya dengan janin dan hubungannya dengan orang lain pascaabortus spontan. Perempuan yang sedang hamil untuk pertama kallnya akan ruerasa terangkat statusnya, karena adanya anggapan bahwa menjadi ibu berarti mencapai citra sempuma seorang perempuan. Kehi!angan calon anak dalam kehami!an juga berarti mernusnahkan kegembiraan dan harapan untuk mendapatkan iden!ilas sebagai perempuan yang Ieiah dewasa dan matang. Untuk menanggulangi konfiik paikologisnya, ia perlu mendapatkan dukungan sasial dari orang-orang terdekatnya. Makin besar dukungan yang dirasakan, makin cepat pulalah proses pemulihan paikologis yang berlangsung dalam dirinya.
Penelitian yang menggunakan rnetode wawancara mendalam dengan teknlk topicallffe-history ini berlangsung antara bulan Juni-Oktober 1998. Responden dalam penelijian ini terdiri dari 5 orang perempuan dan 4 orang laki-laki yang mempunyai hubungan suami is!ri, dengan maksud melihat tidak saja persepsi perempuan, namun juga berupaya menggali persepsi laki-!aki terhadap pengalaman perempuan dan bagaimana dampaknya terhadap perempuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi internal perempuan yang mengalami abortus spontan memang dipengaruhi oleh pengalaman fisiknya pada saat peristiwa tersebut terjadi. Berbagai perasaan terkait dengan peristiwa fisik yang dialami tersebut. Namun, pr<>ses pemulihan kondisi psikologis juga terkait dengan beberapa hal, di antaranya: besarnya dukungan sosial yang diberikan kepadanya oleh berbagai pihak, layanan medis yang sesuai harapan responden, keyakinan terhadap kekuasaan dan otoritas Tuhan dafam mengalur masalah kehamilan dan kelahiran anak, lingginya nilai anak bagi kaluarga, serta keyakinan terhadap kemungkinan bereproduksi kembali.
Pada akhimya, untuk penelitian lanjutan disarankan untuk melakukan penelitian terhadap responden dengan tingkat pendidikan menengah ke bawah dan yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Para perempuan juga disarankan untuk melakukan peran aktif memasuki masa menjadi ibu atau selama menjadi pasien rumah sakit. Para suami disarankan untuk lebih berempatl kepada istri dan bersedia membantu pekerjaan rumah tangga, khususnya selama periode kehamilan. Pihak medis disarankan untuk mengupayakan penyediaan layanan psikologis yang terpadu dengan layanan medis, kerena keterkaitan hubungan di antara keduanya. Dalam berbagai hal, diperlukan dukungan, penyuluhan, dan pengawasan dari Lembaga Swadaya Masyarakat, pihak media maupun lembaga lain yang terkait dengan masalah kesehatan reproduksi. agar hak dan kepentingan perempuan lebih mendapatkan bagian yang layak.