AbstrakBerangkat dari sisi budaya, bahwa setiap etnik sangat terikat kepada flowkways, yang berhunungan dengan cara manusia hidup. Manusia terikat kepada pengalaman, keyakinan, nilai, sikap, makna, waktu, dan lainnya. Budaya tersebut menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku yang berfungsi sebagai model-model bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya berkomunikasi, sesuai dengan cara membuat persepsi-persepsi kognitif dan afektif. Dengan kata lian, folkways tersebut mengatur hubungan atau komunikasi intraetnik maupun antaretnik. Keterikatan intraetnik atas nilai-nilai budayanya semakin memperkuat rasa ingroup. Perasaan ini kemudia mengakibarkan etnisentrisme, yang dapat terwujud dalam stereotip dan prasangka kepada anggota etnik lain.
Organisasi PERTAMINA unit Pengolahan (PUP)-VI balongan mempunyai anggota yang berasal dari pelbagai etnik dengan budaya dan folkways sendiri. Mengacu pada uraian di atas, diduga para anggotanya mempunyai masalah yang sama. Masalah-masalah komunikasi antaretnik tersebut mempunyai dampak pada pembentukkan iklim komunikasi, yang akhirnya berhubungan dengan pembentukkan budaya organisasi yang unggul.
Penelitian terhadap masalah stereotip, prasangka dan iklim komunikasi dilakukan dengan metode kualitatif terhadap empat etnik, yaitu Jawa, Sunda, Palembang dan Batak yang mempunyai posisi staf dan nonstad. Hasil-hasilnya dibahas dan diuraikan dengan analisis domain dan rangkuman inti dan rinci, sehingga dapat digambarkan masalah stereotip, prasangka dan iklim komunikasi secara menyeluruh.
Hasil penelitian menunjukkan hal-hal menarik. Pertama secara sadar dan eksplisit stereotip dan prasangka tidak begitu saja dapat diidentifikasi dengan mudah. Mereka berusaha menyembunyikan dengan alasan adanya paham yang sangat dihargai, yaitu "beraneka ragam tapi satu jua" (bhinneka tunggak ika). Kedua, secara tidak sadar dan implisit masih ada perasaan-perasaan stereotip dan prasangka meskipun dalam kadar intensitas yang rendah dan berada pada sisi positif. Ketiga, dapat diidentifikasi bahwa stereotip dan prasangka yang rendah intensitas dan berada pada sisi positif, atau bahkan tidak dimunculkan dapat disebabkan oelh adanya pengalaman berada di daerah lain, pendidikan yang tinggi, beberpa ditunjang oleh perkawinan antaretnik, seringnya membentuk ketergantungan satu sama lain dalam menyelesaikan tugas untuk berprestasi, dan adanya motivasi untuk bekerja sebaik mungkin agar memperoleh perhatian dari pimpinan terhadap prestasinya. Atau ada hal-hal lain, misalnya a) mereka saling menghormati budaya lain sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang dikehendaki, b) para pelaku komunikasi belajar menyenagi hidup bersama dari budaya lain dan c) selalu ada komuninikasi antara pribadi dan pribadi (antarpribadi) dengan strategi empati. Keempat iklim komunikasi yang positif terjadi karena adanya keterbukaan dari atasan dalam komunikasi secara formal dan nonformal, yang kemudian diikuti oeleh bawahan. Keadaan ini menjadikan persepsi dan pemaknaan terhadap pesan-pesan (informasi) yang mengalir dalam dua arah menjadi lebih baik, sehingga dapa tdicapai kesepahaman dan kesepakan (komitmen) terhadap penyelesaian tugas secara baik, atau kinerja yang tercapai tinggi.
Dari hasil tersebut dapat ditangkap adanya implikasi yang penting yaitu 1) saat ada faktor diluar etnisitas maka dapat diredam kemunculan streotip dan prasangka ataupun bila ada, maka itu terjadi pada alam ketidaksadaran para anggota, 2) persepsi, kesepahaman beersama yang positif menumbuhkan suasana iklim komunikasiyang positif dan berkenaan dengan budaya organisasi yang unggul 3) kemajemukan etnik para anggota organisasi mungkin dapat menimbulkan dampak negatif atau positif terhadap efektivitas manajemen dan organisasi, serta iklim komunikasi dan budaya organisasi yang unggul.
Secara singkat, implikasi tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu implikasi teoritis, metodologis dan praktis. Implikasi teoritis beupa adanya 1) ketidaksesuaian antar astereotip yang terbentuk pada alam ketidaksadaran dan perilakunya di dalam organsai yang terwujud di dalam alam ketidaksadarannya karena adanya kesadaran azaz Ke-bhinneka tunggal ika-an, adanya perasaan senasib sepenanggungan dalam memperjuangkan kebutuhan dan adanyanya saling ketergantungan; 2) persepsi dan kesamaan pemahaman terhadaap makna dalam komunikasi menumbuhkan iklim komunikasi yang kondusif terhadap budaya organisai yang unggul; 3) komunikasi antar budaya merupakan matrik tindakan sosial yang rumit, sehingga menimbulkan kesadaran bahwa perbedaan yang ada tidak perlu menimbulkan masalah, 4) penggunaan strategi komunikasi antarpribadi, seperti cost and reward, dalam komunikasi antar budaya mendatangkan hasil yang positif dan efektif dengan iklim komunikasi dan budaya organisasi.
Implikasi metodologis berkenaan dengan 1) penggunaan pelbagai teknik pengumpulan data dalam penelitian. Hal tersebut karena adanya jawaban yang lebih spontan dan teknik wawancara sehingga membentuk kesadaran seseorang; 2) studi mengenai komunikasi antar budaya dalam setting keorganisasian memberikan hasil positif secara holistik dan tetap menempatkan komunikasi dalam kerangka falsafah budya. Hal ini menunjukkan interaksi antar komponen komunikasi, budaya dan norma-norma organisasi.
Implikasi praktis terlihat bhawa 1) para manajer berperan baik sebagai komunikator dan strategi komunikasi cost and reward membuka jakur komunikasi vertikal du arah, baik dalam suasana formal maupun nonformal. Selain tiu, juga mengamati pola-pola tradisi masing-masing dan menerima secara jujur dan tulus bahwa pendirian kita tidak selamanya benar; 2) kebijakn dan kegiatan rotasi karyawan ke perlbagai daerah/unit kerja, pembinaan yang terus-menerus dan terencana melalui diklat telah memberikan hasil positif bagi terselenggaranya komunikasi antarbudaya oleh anggota organisasi yang berasal dari perlbagai latar belakang budaya.