ABSTRAKTulisan ini bertujuan untuk menelusuri benda-benda milik pribadi yang ada di jalan kampung kota sebagai ruang publik, memahami mengapa dan bagaimana keruangan benda itu bisa terjadi. Benda dan tata posisinya di jalan merupakan wujud fisik akibat aktivitas sosial yang pernah terjadi. Salah satunya, aktivitas negosiasi ruang berupa toleransi, konsensus, dan konflik. Besarnya peran benda dalam aktivitas sosial sama dengan manusia, karena keruangan benda tersebut juga mampu mempengaruhi kondisi spasial jalan dan tindakan pengguna jalan lain. Karena itulah, untuk dapat meruang di jalan yang merupakan ruang publik, diperlukan negosiasi ruang agar fungsi utama jalan bisa tetap terlaksana. Terlebih apabila tingkat jumlah dan variasi aktivitas dan pengguna jalan tinggi, seperti di Gang Ampiun Cikini, Jakarta. Pada Gang Ampiun, benda-benda dapat diterima oleh pengguna jalan lain karena tiga hal; tidak menjadi gangguan, tidak memberikan kesan kumuh dan/atau berantakan, dan tidak memberikan dampak negatif. Mekanisme spasial masing-masing benda pada area tertentu di gang ini berbeda-beda dan tidak bisa digeneralisir karena masing-masing area punya kondisi sosial tersendiri. Namun, formasi benda yang terbentuk disini telah melalui serangkaian aktivitas toleransi dan konsensus, sehingga menghindari potensi konflik dan tetap memaksimalkan fungsi jalan.
ABSTRACTThe writing rsquo s objective is to track back objects of personal belongings which placed in urban kampong street as a public space, in order to understand why and how it could happen. Objects and its formation are physical trails of social activities that happened in the street. One of which, is space negotiation activities like toleration, consensus, and conflict. Objects rsquo s role in social activities are as active as human does, since objects could effect the spatial condition of the street and behaviour of other street users. Thus, to be able to present in street as public space, spatial negotiation is necessary for objects so that the street rsquo s main function can also be working. Moreover, if the amount and variation of activities and other street users are relatively high, like in Ampiun Alley Cikini, Jakarta. In Ampiun Alley, the pressence of objects are able to be tolerated by other street users because of three reasons did not become obctacle, did not give a slum like image, and did not give any disadvantages to the street. Spatial mechanism of each area of objects cannot be generalized since each area has its own unique social conditions. However, every object formation here was already been shaped through tolerance and consensus activities so that it could avoid any possible conflict and still maximize the main function of the alley itself.