ABSTRACTThe economic conventional wisdom stated by Arthur Lewis in his dual sector theorem says that people that work in the agriculture traditional sector that move out to non agriculture modern sector will be better off due to the modern sector having higher productivity. This also applies to farmland as farmland should be reinvested into capital that gives higher returns. In Indonesia, the number of agriculture workers have continually decreased in the last decade. This process is also accompanied by the decrease of average farmland ownership of households. These two phenomena show that the farmers are completely leaving agriculture sector and in hand with Lewis rsquo s theorem. However, can we guarantee they are better off Observing the last three waves of IFLS Indonesia Family Life Survey and applying the poverty line of 3.2 PPP capita month the writer investigates the factors that influence poverty and welfare dynamics of agriculture household. The writer rsquo s econometric evidence confirms that the movement of agriculture has decreased the probability of poverty and positive effects on welfare only in the early decade 2000 2007. From 2007 2014 and in the long run, the effects of the movement are not significant. On the other hand, farmland ownership continues to have an important role for agriculture households as their main livelihood. Higher Education and agriculture assets show a decrease of probability of being poor. These findings suggest that moving out of agriculture is not the solution to improve farmers well being in the current situation. Keeping farmland ownership, investment in human capital, and modernization of agriculture should be the main focus in agriculture development.
ABSTRACTPemikiran konvensional ekonomi yang dinyatakan oleh Arthur Lewis di dalam teori dual sector-nya mengatakan bahwa orang yang bekerja di sektor pertanian tradisonal yang pindah keluar ke sektor non-pertanian modern akan lebih baik dikarenakan sektor modern memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Hal ini juga berlaku terhadap lahan dimana lahan seharusnya diinvestasi ulang menjadi kapital yang memberikan pengembalian yang lebih tinggi. Di Indonesia, jumlah dari pekerja pertanian secara terus-menerus menurun dalam satu dekade terakhir. Proses ini diiringi dengan berkurangnya rata-rata kepemilikan lahan rumah tangga. Kedua fenomena tersebut memperlihatkan bahwa petani sudah benar-benar meninggalkan sektor pertanian sesuai dengan teori Lewis. Namun, apakah dapat dijamin mereka lebih baik? Mengobservasi tiga gelombang IFLS Indonesia Family Life Survey terakhir dan menggunakan garis kemiskinan 3.2 PPP/kapita/bulan, penulis meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi dinamika kemiskinan dan kesejahteraan rumah tangga pertanian. Bukti ekonometrika penulis dapat mengonfirmasi bahwa pergerakan keluar dari pertanian mengurangi probabilitas kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan hanya pada awal dekade 2000-2007. Dari 2007-2014 dan dalam jangka panjang, efek dari pergerakan keluar pertanian tidak signifikan. Di sisi lain, kepemilikan lahan tetap memiliki peran penting bagi rumah tangga pertanian sebagai sumber mata pencaharian. Pendidikan dan kepemilikan aset pertanian yang lebih tinggi menunjukkan penurunan probabilitas menjadi miskin. Penemuan ini menimbulkan pemikian bahwa keluar dari pertanian bukan solusi yang menjamin kenaikan kesejahteraan petani pada situasi sekarang. Mempertahankan kepemilikan lahan, investasi dalam human capital, dan modernisasi pertanian seharusnya menjadi fokus utama dalam pembangunan pertanian.