ABSTRAKHilangnya batasan antara culture dan nature menghasilkan etnografi yang valid. Kajian Antropologi ekologi yang antroposentris secara tegas memisahkan antara culture dan nature. Hasilnya, Akibatnya, etnografi tidak diproduksi secara holistik karena tidak ada interaksi antara kedua pihak. Penelitian dilakukan pada Orang Kampung Laut yang tinggal di daerah Segara Anakan, Cilacap. Data dikumpulkan melalui penelitian lapangan menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi partisipatoris. Temuan dalam penelitian ini, Orang Kampung Laut yang tinggal di area sedimentasi, dalam kesehariannya berinteraksi secara resiprokal dengan alam di sekitarnya. Hubungan harmonis ini menghasilkan perspektif bahwa keadaan dirasakan oleh orang lain seperti Pemerintah, LSM sebagai bencana, tetapi Orang Kampung Laut berarti sebagai berkah. Kegiatan pertanian padi yang dilakukan di tanah sedimen, mengalami dinamika tekanan alam yang secara finansial dan power merusak tetapi Orang Kampung Laut berusaha untuk berkompromi dengan alam dengan cara menanam mangrove yang sesuai sehingga berkontribusi pada keseimbangan ekosistem. Dengan demikian, tidak hanya secara finansial Orang Kampung Laut mendapat manfaat dari penjualan tanaman bakau, tetapi alam dapat dijaga kelestariannya. Sebuah perspektif antropologis ekologis antroposentris, sering mengabaikan posisi alam sebagai subjek aktif dalam kelangsungan hidup ekosistem. Akibatnya penjelasan menjadi tidak holistik. Saya berargumentasi bahwa perspektif multispesies etnografi yang digunakan dalam penelitian ini memberikan cara pandang baru dalam membuat penjelasan-penjelasan holistik antara hubungan manusia dan alam.
ABSTRACTThe absence of a boundary between culture and nature produces a valid ethnography. Studies in ecological anthropology have been using anthropocentric perspectives that strictly divide the boundaries between culture and nature. As a result, ethnography is not produced holistically because it places humans solely as subjects and nature only as objects, not on a balanced order in the interaction between the two party. Research is take place on Orang Kampung Laut who live in Segara Anakan area, Cilacap. Data were collected through fieldwork using in depth interview and participation observations. The findings this study, Orang Kampung Laut who live in the sediment area, his life interacts reciprocally with the natural surroundings. This harmonious relationship produces a perspective that the circumstances considered by others such as the Government, NGOs as disasters, but Orang Kampung Laut mean as grace. Rice farming activities conducted in sedimentary soils, experienced the dynamics of natural pressures that are financially and power harming But Orang Kampung Laut seek to compromise with nature by planting the appropriate mangrove so as to contribute to the balance of the ecosystem. Thus, not only financially Orang Kampung Laut benefit from the sale of mangrove plants, but nature can be maintained its sustainability. An anthropocentric ecological anthropological perspective, often ignoring the position of nature as an active subject in the survival of ecosystems. As a result explanation become not holistic. I have argued that the multispecies ethnographic perspective used in this study provides a new perspective on making holistic explanations between human and nature relationships.