Ketersediaan dana yang belum dapat memenuhi kebutuhan pembiayaan Saving-Investment gap di Indonesia menjadikan utang luar negeri menjadi alternatif untuk menutupi kekurangan tersebut, terlihat dari nilainya yang terus meningkat. Sementara itu, pendapatan yang diterima oleh pelaku usaha mayoritas dalam bentuk mata uang domestik sehingga dapat menimbulkan currency mismatch. Currency mismatch yang memiliki nilai negatif yang besar merupakan salah satu indikator terjadinya krisis keuangan. Studi ini bertujuan untuk menganalisis intensitas currency mismatch AECM di Indonesia dan mengetahui faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya currency mismatch tersebut. Dalam penelitian ini untuk menghitung intensitas currency mismatch digunakan rumus AECM dari Goldstein dan Turner 2004 dan untuk mengidentifikasi determinan penyebab currency mismatch digunakan regresi OLS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia memiliki nilai AECM positif dengan intensitas currency mismatch yang rendah sebelum tahun 2012 dan intensitasnya semakin tinggi setelah tahun 2012. Peningkatan intensitas tersebut karena menurunnya nilai ekspor Indonesia dan depresiasi nilai rupiah yang mengakibatkan beban pembayaran utang luar negeri yang meningkat. Dari hasil regresi menunjukkan bahwa faktor yang signifikan mempengaruhi currency mismatch di Indonesia adalah PDB, fluktuasi nilai tukar, dan keterbukaan perdagangan.
The availability of domestic fund still cannot fulfill the financing need Saving Investment gap in Indonesia. Foreign debt becomes one of the alternatives to fulfill the gap. However, the income of the most busninessman mostly denominated in domestic currency, that potentialy causes currency mismatch. Currency mismatch which has bigger negative value is one of the indicators of financial crisis. The objevtive of this study is to analyze the intensity of currency mismatch AECM and to identify the factors that causes currency mismatch. AECM, a formula founded by Goldstein and Turner 2004 is used to calculate the currency mismatch intensity and using OLS regression to identify the determinants of currency mismatch.
The result shows that Indonesia has positive AECM with low intensity before 2012 and high intensity here after. The rise of the intensity can be caused by the decreasing of Indonesian export value and the rupiahs depreciation which cause the payment of foreign debt increases. Meanwhile, the regression shows that the factors that significantly cause the currency mismatch in Indonesia are GDP, exchange rate fluctuation, and trade openness.