ABSTRAKTuberkulosis tercatat sebagai penyebab kematian nomor sembilan di dunia dan Indonesia menjadi negara kedua dengan kejadian tuberkulosis terbanyak di dunia. Dalam upaya mengendalikan tuberkulosis, pelaksanaan metode DOT directly observed treatment dibandingkan metode SAT self administered treatment menjadi hal yang penting untuk menjamin kepatuhan pasien. Tuberkulosis juga menyebabkan pengeluaran yang tidak sedikit karena pasien harus menjalani terapi dalam jangka waktu yang panjang, sehingga dibutuhkan suatu studi untuk menghubungkan kualitas hidup yang pasien peroleh dengan biaya yang harus dikeluarkan selama pengobatan. Dalam penelitian ini, dilakukan analisis utilitas-biaya untuk melihat bagaimana pengaruh metode DOT dan SAT terhadap kualitas hidup pasien dan biaya yang dibutuhkan untuk setiap metode tersebut. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data primer dan data sekunder. Subjek penelitian adalah pasien tuberkulosis kategori I yang berumur 18 tahun ke atas di RSPAD Gatot Soebroto. Utilitas diperoleh dengan bantuan kuesioner EQ-5D-5L dan biaya yang digunakan dilihat dari perspektif masyarakat dengan komponen biaya medis langsung, biaya non medis langsung, dan biaya tidak langsung. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini adalah nilai utilitas sebesar 0,718 dengan total biaya pengobatan sebesar Rp5.499.656,00 pada kelompok DOT n=12 dan nilai utilitas sebesar 0,838 dengan total biaya biaya pengobatan sebesar Rp5.804.887,00 pada kelompok SAT n=30. Berdasarkan nilai tersebut, diperoleh rasio utilitas-biaya sebesar Rp7.659.688,02 pada kelompok DOT, Rp6.927.072,79 pada kelompok SAT, dan rasio inkremental utilitas-biaya sebesar Rp2.543.592/utilitas. Hasil yang telah diperoleh menunjukkan bahwa di RSPAD Gatot Soebroto kelompok DOT lebih utilitas-biaya dibandingkan kelompok SAT.
ABSTRACTTuberculosis TB recorded as the 9th cause of death worldwide and Indonesia becomes the 2nd country with the highest TB incidence worldwide. Implementation of DOT directly observed treatment method compared to SAT self administered treatment method is the important thing to ensure patient compliance. Tuberculosis also causes a lot of expenditures because patients have to undergo therapy for a long period of time, so a study is needed to link the quality of life that patients get with the costs at the expense of treatment. In this study, a cost utility analysis was conducted to see how the DOT and SAT methods influence the patient 39 s quality of life and how much it costs for each method. This study used a cross sectional design with primary data and secondary data collection. The subjects were tuberculosis category I patients aged 18 years and over at RSPAD Gatot Soebroto. Utilities were obtained with the help of the EQ 5D 5L questionnaire and the costs used were viewed from a social perspective with the components of direct medical costs, direct non medical costs, and indirect costs. The results obtained in this study is the utility value of 0.718 with total medical expenses Rp5.499.656,00 in the DOT group n 12 and the utility value of 0.838 with the total cost of medical expenses Rp5.804.887,00 in the SAT group n 30 . Based on these values, the average cost utility rasio in the DOT group was Rp7,659,688.02, in the SAT group was Rp6,927,072.79, and an incremental cost utility ratio was Rp2,543,592 utility. The results showed that in RSPAD Gatot Soebroto the DOT group is more cost utility than the SAT group.