UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Studi komparasi mekanisme pendirian pengadilan HAM ad hoc di Indonesia dan hybrid courts sebagai alternatif penyelesaian kasus-kasus pelanggaran HAM berat = A comparative study on the mechanism of the establishment of an ad hoc human rights court in Indonesia and hybrid courts as an alternative to resolving ross violation of human rights

Tri Suciati; Junaedi, supervisor; Hasril Hertanto, examiner; Flora Dianti, examiner; Febby Mutiara Nelson, examiner; Pangaribuan, Aristo Marisi Adiputra, examiner ([Publisher not identified] , 2018)

 Abstrak

ABSTRAK
Keberadaan Pengadilan HAM ad hoc di Indonesia menjadi sebuah harapan baru bagi para korban dan keluarganya yang tengah menanti keadilan atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu. Akan tetapi, sejauh ini pengadilan ini dinilai kurang memberikan kepuasan atau bahkan gagal dalam memenuhi tututan keadilan. Di sisi lain, munculnya hybrid courts dalam tatanan hukum pidana internasional diharapkan mampu mengakhiri praktek impunitas dan menjadi alternatif baru ketika negara dianggap tidak mau atau tidak mampu unwilling or unable menyelesaikan kasus-kasus kejahatan internasional yang terjadi di wilayahnya. Skripsi ini membahas mengenai komparasi mekanisme pendirian pengadilan HAM ad hoc di Indonesia dan hybrid courts didirikan, yang mana sama-sama merupakan pengadilan ad hoc untuk kasus-kasus pelanggaran HAM masa lalu. Penelitian yang dilakukan dalam skripsi ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, dengan sumber data sekunder berupa studi kepustakaan melalui buku-buku dan jurnal ilmiah, serta menggunakan sumber bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan dan instrumen-instrumen hukum internasional. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam proses pendirian Pengadilan HAM ad hoc di Indonesia, terdapat unsur campur tangan DPR sebagai lembaga politik yang banyak memunculkan perdebatan tentang kewenangan DPR yang seolah-olah turut menentukan ada atau tidaknya pelanggaran HAM dalam suatu kasus. Di sisi lain, hybrid courts memiliki model-model tertentu dalam pendiriannya yang tak lepas dari campur tangan organisasi internasional. Akan tetapi, bagaimanapun model maupun mekanisme dalam pembentukan suatu pengadilan untuk kasus-kasus pelanggaran HAM, diperlukanlah kehendak dan kerjasama dari negara yang bersangkutan. Bagi Indonesia pun, segala kekurangan dalam mekanisme pendirian Pengadilan HAM ad hoc tersebut bukanlah suatu penghalang dan seharusnya menjadi dorongan kuat bagi pembuat kebijakan untuk mengembangkan mekanisme dan memperbaiki loopholes dalam instrumen hukum yang telah ada, sehingga Indonesia mampu menjadi negara berdaulat yang dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan penegakan HAM dalam negerinya.

ABSTRACT
The existence of ad hoc human rights court in Indonesia granted a new expectation for the victims and the families who are still hoping for justice upon gross violation of human rights happened in the past. So far, the court is considered to give less satisfactory or even it is considered failed in fulfilling the demands of justice. On the other hand, hybrid courts emerged in the order of transitional justice with a high expectation to eradicate impunity and such a new alternative when a state is considered to be unwilling or unable to bring the perpetrator of international crimes to justice. This thesis analyzes the comparison on the establishment of an ad hoc human rights court in Indonesia and hybrid courts. The research conducted in this thesis is using a juridical normative approach with secondary data in the form of literature study books and journals , and primary legal materials in the form national regulations and international legal instruments. The results of the analysis showed that in the process of establishing an ad hoc Human Rights Court in Indonesia, there is an element of interference from the House of Representatives DPR as a political institution that raises the debate about the authority of the House of Representatives DPR which seems to contribute in determining whether or not human rights violations committed in a case. On the other hand, hybrid courts have certain models in its establishment that cannot be separated from the interference of international organizations. However, regardless of the model or mechanism in the establishment of a court for cases of human rights violations, the will and cooperation of the concerned state are extremely required. For Indonesia, any shortcomings in the mechanism of the establishment of the ad hoc Human Rights Court shall not be a barrier and must be a strong impetus for decisions makers to develop mechanisms and fix the loopholes in the existing legal instruments, thus Indonesia can become a sovereign state that can solve its own enforcement human rights issues.

 File Digital: 1

Shelf
 S-pdf-Tri Suciati.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S-Pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : [Place of publication not identified]: [Publisher not identified], 2018
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : xiii, 130 pages : illustration ; appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S-Pdf 14-20-361471194 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20474994
Cover