ABSTRAKTesis ini mengaji proses terjadinya tuna kisma di Desa Muara, Kabupaten Bogor. Tuna kisma di Desa Muara terjadi akibat stigma dan habitus yang terbentuk oleh sejarah desa. Kedua hal tersebut membuat posisi politik air antara Desa Muara dengan desa-desa lainnya, sesama pengguna aliran Sungai Cisodonu, sangat lemah. Keputusan buka-tutup irigasi air oleh desa-desa lain tidak mementingkan posisi Desa Muara yang terletak di hilir Sungai Cisodonu. Akibatnya Desa Muara mengalami kelangkaan air untuk mengairi sawah-sawahnya. Gagal panen tidak dapat dihindari dan berujung pada keputusan warga desa untuk menjual sawah-sawahnya, yang membuat mereka terjebak dalam kondisi tuna kisma. Karena keterbatasan warga Desa Muara untuk berkomunikasi dan menyuarakan kegelisahan atas kondisi tuna kisma yang melanda mereka kepada desa disekitar dan pihak eksternal lainnya, membuat warga Desa Muara lebih melihat ke dalam inward-looking communities . Resource sumber daya yang semakin langka menjadi dorongan besar bagi warga Desa Muara bersaing dalam memperebutkan posisi strategis secara ekonomi di dalam desa. Situasi ini memunculkan stigma baru bagi desa ini. Masyarakat yang mempraktekkan gaib dan mistik adalah stigma baru bagi Desa Muara. Persaingan politik dalam desa kemudian tidak lepas dari gaib. Tesis ini menjabarkan proses panjang terjadinya tuna kisma di Desa Muara, dimulai dari sejarah desa yang menimbulkan tembok besar habitus yang melimitasi warga Desa Muara hingga hilangnya tutug uyah sebagai simbol hilangnya kepemilikan sawah-sawah warga Desa Muara. Selain itu tesis ini juga menceritakan temuan-temuan kejadian yang terjadi berdasarkan kepercayaan dan aktifitas gaib sebagai akibat internalisasi yang terjadi di Desa Muara. Kata kunci: tuna kisma, sejarah desa, habitus, kelangkaan air, politik desa, stigma, kepercayaan gaib.
ABSTRACT This thesis examines the process of Landless in Muara Village, Bogor Regency. The Landless case in Muara Village is caused by the stigma and habitus formed by the village 39 s history. Both of them make the position of Muara Village in the water regulations very weak among other villages as fellow users of the Cisadane River. The decision to open close of irrigation door by other villages does not consider the position of Muara Village which is located downstream of Cisadane River. As a result, Muara Village has water scarcity condition to irrigate its rice fields. Therefore, the harvest failure is inevitable and leads to the villagers 39 decision to sell their rice fields, then trapped in a Landless condition. Furthermore, the villagers of Muara become an internalized society because the limitations of Muara villagers to communicate and voice anxiety over the condition of their Landless to the other villages and other external parties. In addition, the water resources are increasingly scarce to be a big boost for Muara Village residents to internalize. Internalization takes place with the struggle for economic strategic position within the village and the emergence of a new stigma for Muara village society. Mystic and mysterious things became the villagers 39 choice as a new stigma in Muara Village. Political rivalry in the village then cannot be separated from mystical and supernatural things. This thesis describes the long process of Landless in Muara Village, starting from the history of the village which raises the great habitus that limited Muara villagers until the loss of joy of harvest as a symbol of loss of ownership of rice fields from Muara Village people. Besides, this thesis also explains the events occurred based on magic activities as a censequence of internalization occurred in Muara village. Keywords Landless, village history, habitus, water scarcity, village regulations, stigma, magic activities