ABSTRAKTesis ini mengkritisi peran yang dilakukan oleh G20 dalam mendorong keuangan inklusif sebagai agenda di negara berkembang. Perspektif yang digunakan adalah strukturalisme dan pembangunan internasional. Strukturalisme dipakai dalam melihat agenda keuangan inklusif sebagai ide liberalisme yang digunakan oleh institusi atau negara maju dalam membentuk struktur internasional. Sedangkan pembangunan internasional dipakai untuk melihat keuangan inkusif sebagai agenda kepentingan dari negara maju. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan
studi literatur. Penelitian ini menemukan bahwa agenda keuangan inklusif merupakan agenda yang digunakan oleh negara maju dalam mempertahankan struktur internasional antara negara core dan periphery. Lebih jauh, penelitian ini menyimpulkan bahwa agenda keuangan inklusif adalah agenda yang menyebarkan paham liberalisme, tertutama dalam industri keuangan. Pihak yang diuntungkan dari agenda tersebut adalah lembaga jasa keuangan formal.
ABSTRACTThis thesis examines the role of G20 to encourage financial inclusion as development agenda in developing countries. Structuralism and international development are the analytical tools of this paper. These two perspectives are used to interprate financial inclusion as an agenda that is designed by the discourse of liberalism. The developing countries uses this discource to shape the international structure. This research applies qualitative methods to examine the relation, between developed countries and developing countries. The result shows that, first the financial inclusion is an agenda used or sponsored by developed countries for maintaining the international structure
between core and periphery entities; and second the financial inclusion is a momentum to seperate the discourse of liberalism, especially in formal financial institution. Therefore this research have found that formal financial institution (i.e. microfinance institution) got more oppurtunities.