ABSTRAKPeremajaan bangunan, wilayah maupun kota sering menjadi solusi dalam masalah penataan kota agar memiliki kualitas yang lebih baik. Kegiatan peremajaan, dalam pengertian yang lebih umum, merupakan kegiatan yang menyangkut upaya untuk menata ulang struktur dan morfologi lahan secara menyeluruh. Jakarta, sebagai pusat pemerintahan, perdagangan, bisnis, industri, menjadi tujuan utama para pendatang untuk mencari pekerjaan. Hal itu menyebabkan pesatnya peningkatan jumlah penduduk Jakarta dari tahun ke tahun dan ruang kota yang tersedia berbanding terbalik dengan kebutuhan akan perumahan. Keterbatasan ruang kota tersebut ditambah nilai lahan yang tinggi tidak memungkinkan pembangunan perumahan baru di pusat kota. Hal itu menyebabkan masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memiliki hunian di tengah kota sehingga harus tersingkir ke pinggiraan dan menimbulkan masalah baru seperti kebutuhan biaya transportasi dan waktu yang lama untuk mereka sampai ke lokasi kerja, kemacetan dan polusi udara. Solusi dari permasalah tersebut adalah peremajaan bangunan dengan pemanfaatan bangunan yang sudah ada. Dalam hal ini, penulis mengangkat kasus peremajaan rumah susun Kebon Kacang XI yang sudah hampir memasuki batas umur bangunan dan terlihat kumuh menyebabkan kesenjangan visibilitas antara rusun dengan bangunan lainnya dan dapat mengakibatkan rusun terkena dampak gentrifikasi. Selain itu, rumah susun Kebon Kacang XI terletak di pusat kota Jakarta dan mengalami peningkatan koefisien luas bangunan KLB yang tinggi sehingga bisa memaksimalkan kapasitas unit yang bisa dibangun demi memenuhi kebutuhan penyediaan tempat tinggal yang terjangkau di pusat kota. Tujuan dari paper ini adalah untuk mencari tahu dan membandingkan tiga bentuk peremajaan yang tepat sebagai solusi dari penyediaan rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah di pusat kota melalui pendekatan revitalisasi, rehabilitasi dan redevelopment.
ABSTRACT Rejuvenation of buildings, land, and cities are usually being the solution to the problem of arranging the city to have a better quality. Rejuvenation activities, in a more general sense, are activities involving efforts to rearrange the structure and morphology of the land as a whole. Jakarta, as the center of government, commerce, business, industry, became the main destination of migrants to find employment. That caused the rapid increase in the population of Jakarta from year to year and the availability of city space is inversely proportional to the need for housing. The limitation of the city space plus the high value of land does not allow the construction of new housing in the center of city. It causes people have no ability to live in the middle of the city so that it should be pushed out to the outskirts and cause new problems such as the need for transportation costs and a long time for them to get to their workplace, causes traffic jam, and air pollution. This problem can be cured by rejuvenation of buildings with the utilization of existing buildings. In this case, the authors raised the case of rejuvenation Kebon Kacang XI flats that have almost entered the age limit of the building and becoming slum cause the visibility gap between the flats with other buildings in the neighborhood and can lead it to be gentrified. In addition, the Kebon Kacang XI flats are located in downtown Jakarta and have increased the high coefficient of a building so that it can maximize the capacity of units that can be built in order to meet the needs of affordable housing in the city center. The purpose of this paper is to find out and compare three appropriate forms of rejuvenation as a solution of housing procurement for low income communities in the city center through revitalization, rehabilitation, and redevelopment of Kebon Kacang XI flats.