ABSTRAKPenelitian ini berangkat dari permasalahan dalam pengisian jabatan Gubernur dan Wakil
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, termasuk di dalamnya mengenai polemik suksesi
tahta kerajaan di Yogyakarta. Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya disebut DIY,
adalah daerah provinsi yang mempunyai keistimewaan dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Salah satu keistimewaannya adalah pengisian jabatan Gubernur dan
Wakil Gubernur DIY dengan mekanisme penetapan Sultan yang bertahta di Kasultanan
Ngayogyakarta Hadiningrat dan Paku Alam yang bertahta di Kadipaten Pakualaman.
Sebagai salah satu keistimewaan DIY yang kedudukannya diakui dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, seharusnya pengisian jabatan Gubernur
dan Wakil Gubernur DIY dapat dilaksanakan dengan tertib dan ajeg. Namun berdasarkan
hasil penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan, komparatif, historis,
dan konsepsional dalam penelitian ini, ditemukan bahwa pengisian jabatan Gubernur dan
Wakil Gubernur DIY dari masa ke masa, sejak 1945 hingga 2017, baik pengaturan
maupun praktiknya selalu berbeda-beda dengan disertai permasalahannya masingmasing,
khususnya mengenai mekanisme dan persyaratan calon. Dari hasil komparasi
dengan praktik monarki di enam negara, yakni Brunei Darussalam, Arab Saudi, Thailand,
Inggris, dan Qatar, ditemukan bahwa mekanisme suksesi kerajaan dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan, bahkan dalam konstitusi di negaranya. Sehingga lebih
terbuka untuk diketahui oleh publik. Sementara itu di Yogyakarta, belum pernah ada
pengaturan resmi mengenai mekanisme suksesi dan mekanisme penyelesaian konflik
suksesi di Kasultanan dan Kadipaten Pakualaman dalam paeraturan perundangundangan.
Padahal dalam praktiknya, konflik di internal itu berimplikasi pada timbulnya
permasalahan dalam pemenuhan persyaratan calon Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
Untuk itu ke depan, seiring dengan perkembangan masyarakat dan peraturan perundangudangan,
perlu dilakukan penyesuaian atau perubahan peraturan mengenai persyaratan
calon, mekanisme dan urutan suksesi di Kasultanan dan Kadipaten, penyelarasan masa
jabatan dengan kepala daerah lain hasil pemilihan serentak nasional, wewenang wakil
Gubernur dalam hal Gubernur berhalangan tetap atau diberhentikan dalam masa jabatan,
perbaikan mekanisme penetapan oleh DPRD hingga penyelesaian sengketa dalam
pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY.
ABSTRACTThis research departs from the problems in filling the position of Governor and Vice
Governor of Yogyakarta Special Region, including in it about the polemic succession of
the royal throne in Yogyakarta. Yogyakarta Special Region, hereinafter referred to as
YSR, is a provincial area which has a special feature within the framework of the Unitary
State of the Republic of Indonesia. One of its privileges is the filling of the office of
Governor and Vice Governor of Yogyakarta with the mechanism of establishment of the
Sultan who reigned in Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat and Paku Alam who
reigned in Kadipaten Pakualaman. As one of the privileges of YSR whose position is
recognized in the 1945 Constitution of the State of the Republic of Indonesia, the filling
of the position of Governor and Vice Governor of Yogyakarta may be implemented in an
orderly and steady manner. However, based on the results of normative research with
comparative, historical, conceptional, and regulatory approaches in this study, it was
found that the filling of the post of Governor and Vice Governor of Yogyakarta from time
to time, from 1945 to 2017, both the arrangement and the practice always vary with the
respective problems, especially regarding the mechanism and requirements of
candidates. From the results of comparisons with monarchy practices in six countries,
namely Brunei Darussalam, Saudi Arabia, Thailand, Britain and Qatar, it was found that
the mechanism of royal succession was set forth in legislation, even in the constitution of
the country. So it is more open to the public. Meanwhile in Yogyakarta, there has never
been an official regulation on succession mechanisms and mechanisms for successful
settlement of conflicts in the Kasultanan and Duchy of Pakualaman in legislative
regulations. Whereas in practice, internal conflict has implications for the emergence of
problems in fulfilling the requirements of the candidates for Governor and Vice Governor
of Yogyakarta. In the future, in line with the development of the society and the legislation,
it is necessary to make adjustments or changes in regulations regarding candidate
requirements, succession mechanisms in Kasultanan and Kadipaten, the alignment of
tenure with other regional heads of national election results, and dispute resolution in
the filling of office of Governor and Deputy Governor of YSR.