ABSTRAKFokus pembahasan tesis ini adalah peran beberapa agen dan kekuatan mereka dalam memunculkan batik Sasambo di Nusa Tenggara Barat, serta benturan narasi agen tersebut dengan pihak lain dalam menggambarkan identitas NTB. Batik Sasambo berupaya menggoyah kehadiran tenun sebagai kain khas masyarakat setempat dengan diberikannya ruang yang lebih luas. Dengan menggunakan metode etnografi melalui observasi dan wawancara mendalam, penelitian ini memperlihatkan bahwa beberapa guru di SMKN 5 Mataram, seorang guru SMP 7 Pujut dan Dinas Perindustrian NTB merupakan agen yang berperan penting dalam menjadikan batik Sasambo sebagai identitas NTB. Agen ini menarasikan bahwa batik Sasambo sebagai bentuk modernisasi identitas, alat untuk menyatukan etnis, sebagai bentuk kecintaan pada identitas nasional, dan membantu membangun perekonomian masyarakat. Namun, pihak lain yang berasal dari Dinas Perdagangan NTB, Dinas Koperasi dan UKM, masyarakat penenun, dan masyarakat yang pernah mengikuti pelatihan membatik, serta penjual di toko oleh-oleh mengontestasi narasi tersebut dengan menyatakan bahwa batik Sasambo belum mampu mengejar keberhasilan kain tenun karena batik Sasambo belum mampu tembus ke pasar ekspor. Selain itu, batik Sasambo terlampau mahal sehingga tidak laku dan tidak mampu dibeli oleh masyarakat setempat. Perbedaan proses membatik dan menenun juga menjadikan batik Sasambo sulit diterima masyarakat. Penelitian ini juga membuktikan bahwa keberadaan tenun belum mampu bergeser sebagai identitas NTB.Kata Kunci: Batik Sasambo, tenun, agen, narasi.
ABSTRACTThe focus of this thesis discussion is the role of some agents and their power in bringing batik Sasambo in West Nusa Tenggara, as well as the narrative clash of the agent with others in describing the identity of NTB. Batik Sasambo seeks to shake the presence of weaving as a special fabric of the local community with the giving of a wider space. Using ethnographic methods through observation and in depth interviews, this study shows that some teachers at SMKN 5 Mataram, a teacher of SMP 7 Pujut and NTB Industry Office are agents that play an important role in making Sasambo batik as the identity of NTB. This agent narrates that Sasambo batik as a form of identity modernization, a tool for unifying ethnicity, as a form of love for national identity, and helping to build the economy of the community. However, others from the NTB Trade Office, the Cooperative and SMEs, the weavers, and the people who had participated in the batik training, as well as the sellers in the gift shop contended the narrative by stating that Sasambo batik has not been able to pursue the success of woven fabric because of batik Sasambo has not been able to break into the export market. In addition, batik Sasambo is too expensive so it is not sold and cannot be bought by the local community. The differences in the process of batik making and weaving also make batik Sasambo difficult to accept by society. This study also proves that the existence of weaving has not been able to shift as the identity of NTB.