UI - Disertasi Membership :: Kembali

UI - Disertasi Membership :: Kembali

Perkembangan mode busana pengantin dalam upacara perkawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat 1877-1988 = The development of mode of the costume bride in marriage ceremony of the Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton 1877-1988

Siregar, Jenny Sista; Susanto Zuhdi, promotor; Edi Sedyawati, 1938-, co-promotor; Priyanto Wibowo, examiner; Benny Hoedoro Hoed, examiner; Djoko Suryo, examiner; Parwatri Wahjono, examiner; Bondan Kanumoyoso, examiner; Yon Machmudi, examiner (Universitas Indonesia, 2015)

 Abstrak

Upacara perkawinan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton Yogyakarta menjadi tradisi pada masa Hamengkubuwana VII dan VIII. Busana pengantin menjadi salah satu alat meningkatkan kewibawaan sultan di Kraton Yogyakarta. Kraton Yogyakarta merupakan daerah swapradja pada masa kekuasaan pemerintahan Hindia Belanda sehingga pemakaian busana pengantin mengikuti aturan Staatsblad dan Rijksblad. Gaya busana kalangan bangsawan di Kraton Yogyakarta terikat pada aturan Kraton Yogyakarta sebagai Pusat.Berbeda dengan masa Hamengkubuwana IX, keterikatan pada Pusat sudah tidak terjadi oleh karena Kraton Yogyakarta menjadi bagian dari propinsi Negara Republik Indonesia. Secara resmi, Hamengkubuwana IX mengijinkan busana pengantin dalam upacara perkawinan Kraton Yogyakarta dipraktekkan masyarakat di segala lapisan tanpa mengikuti aturan ketat seperti di Kraton Yogyakarta.Disertasi ini menggunakan pendekatan struktural. Tujuan disertasi adalah memahami perkembangan masyarakat dan busana pengantin Kraton Yogyakarta dan nilai-nilai budaya dalam upacara perkawinan Kraton Yogyakarta.

Marriage ceremony of the Ngayogyakarta Hadiningrat Kraton Yogyakarta Kraton became a tradition during the Hamengkubuwana VII and VIII. The costume bride to be one of the tools increase the authority of the Sultan in the Yogyakarta Kraton. The Yogyakarta Kraton is an area swapradja during the reign of the Dutch East Indies so that the use of a costume bride to follow the rules in Staatsblad and Rijksblad Statute. Fashion style nobility in the Yogyakarta Kraton bound by the rules as a Center.In contrast to past Hamengkubuwana IX, attachment to the Centre has not happened because of the Yogyakarta Kraton become part of the province of the Republic of Indonesia. Officially, Hamengkubuwana IX allows the costume bride in the marriage ceremony the Yogyakarta Kraton practiced at all levels of society without following the strict rules such as the Yogyakarta Kraton. This dissertation uses structural approach. Dissertation goal is to understand the development of society and the costume bride of the Yogyakarta Kraton and cultural values in marriage ceremony of the Yogyakarta Kraton.

 File Digital: 1

Shelf
 D2518-Jenny Sista Siregar.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Disertasi Membership
No. Panggil : D2518
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Universitas Indonesia, 2015
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : unmediated ; computer
Tipe Carrier : volume ; online resource
Deskripsi Fisik : xxiii, 313 pages : illustration ; 28 cm + appendix
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI, Lantai 3
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
D2518 07-19-677434606 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20477728
Cover