ABSTRAKTulisan ini membahas posisi pemerintah Hindia-Belanda dalam pembentukan dan pengembangan Bahasa Indonesia. Ruang lingkup pembahasan terbatas pada tahun 1920an karena saat itu pertama kalinya lsquo;Bahasa Indonesia rsquo; disebut sebagai bahasa satu-satu nya bagi pemuda Indonesia. Perkembangan pernyataan itu didukung oleh kebijakan yang kala itu diterapkan kebijakan etik. Dari penelitian terungkap bahwa perkembangan pemakaian bahasa Indonesia semakin meningkat seiring dengan pemakaiannya sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah. Kepentingan Jepang ikut serta mendorong perkembangan bahasa Indonesia dan menyingkirkan bahasa Belanda dengan memanfaatkan bahasa yang banyak dipakai masayarakat pribumi. Kemerdekaan Indonesia pada akhirnya menyempurnakan pengembangan bahasa Indonesia.Kata kunci : Sumpah Pemuda, Bahasa Indonesia, Politik Etis, Sistem pendidikan, Hindia-Belanda, Volkslectuur, Balai Poestaka
ABSTRACTThis journal discusses the position of the government of Dutch East Indies in formatting and developing bahasa Indonesia. The research is focusing around 1920 rsquo;s since it was the first time that Indonesian was used as the only language for the youth of Indonesia. The development of the statement was supported by a policy that was then adopted by an ethical policy. From the research, it was revealed that the development of schools plays an important role in improving Indonesian through language teaching in schools. The interests of Japan participate encourage the development of Indonesian, since Japan is concerned to get rid of Dutch by using Indonesian which widely used by local people. Indonesia rsquo;s independence ultimately improves the development of the Indonesian. Keywords : Sumpah Pemuda, Indonesian, Ethical Politics, education system, Dutch East Indies, Volkslectuur, Balai Poestaka