ABSTRAK Artikel ini bertujuan untuk memperdebatkan apakah film harus konform ke masyarakat atau tidak karena beberapa alasan bertentangan bahwa film harusnya bisa ditampilkan sesuai dengan apa yang sutradara inginkan daripada melalui proses sensor yang bisa mengurangi nilai dari film itu sendiri. Literature review digunakan sebagai metode penelitian ini, yang diambil dari Heider 1991 , Haryanto 2008 , Heeren 2012 , dan Bazin 2005 . Penelitian ini menemukan bahwa alasan film harus konform adalah: 1 Konformitas dalam sinema berarti bahwa citra film belum diakui sepenuhnya oleh masyarakat Indonesia karena film berasal dari budaya luar, yang berarti masyarakat Indonesia takut budaya mereka akan tergantikan. 2 Hal yang mendorong pasar film di Indonesia berasal dari persepsi penonton umum. Persepsi mereka didukung oleh latar belakang budaya mereka sendiri, namun, satu hal yang membuat penonton memiliki pendapat sejenis adalah agama. 3 Menurut undang-undang, film harus mendidik bangsa. Namun, kata ldquo;mendidik rdquo; tidak pas jika tidak berasal dari sutradara, dan film juga tidak seharusnya mendidik kalangan muda tentang budaya barat karena itulah apa yang film luar negeri tekankan.
ABSTRACTAbstractThis article aims to argue whether the cinema has to conform to the society or not; due to contradicting arguments that a movie should be screened as the director rsquo;s intended instead of sensored according to certain values. Literature review is used as the research method, analyzing arguments based on Heider 1991 , Haryanto 2008 , Heeren 2012 , and Bazin et.al. 2005 articles. This research found that the reason film has to conform is 1 because its origin from the foreign culture. Conformity means that the nature of the cinema hasn rsquo;t been approved completely from Indonesian people. Lembaga Sensor Film still thinks that a film is vulnerable to the western culture, in which, like colony, Indonesian fear it will have an invasive effect towards Indonesian society. 2 The mainstream audience perspective is the force that drive Indonesian film market. What motivates the audience rsquo;s perspective is based on their cultural background, but one aspect that overruled the difference is the religion. 3 The constitutional law that a film has to educate people. The term ldquo;educating rdquo; is not valid if it isn rsquo;t come from the director, that film should not teach young people about the western culture because it rsquo;s what foreign films are advertised.