Pengantar: Zigot tiga pronukleus (3PN) merupakan salah satu hasil dari fertilisasi abnormal yang sering yang diamati dalam teknologi fertilisasi in vitro, dan biasanya tidak dikultur dan ditransfer atas pertimbangan risiko kelainan kromosom. Namun, informasi mengenai perkembangan dan komposisi genetik embrio 3PN tersebut bermanfaat untuk mempertimbangkan apakah embrio tersebut dapat ditransfer atau tidak apabila tidak didapatkan embrio 2PN ataupun embrio yang dihasilkan sangat sedikit.
Tujuan: Untuk mengetahui status kromosom embrio 3PN dan menganalisis hubungan antara morfologi embrio 3PN dan status kromosomnya.
Hasil: Tiga puluh zigot 3PN dari 16 pasangan/siklus
intracytoplasmic sperm injection (ICSI) diperoleh selama periode 6 bulan. Biopsi dilakukan pada embrio 3PN hari ke-5/6 dan selanjutnya dilakukan skrining genetik menggunakan metode
Next Generation Sequencing (NGS). Dari 30 embrio 3PN tersebut, 66,7% memiliki kromosom yang abnormal. Pada tahap pembelahan, tidak didapatkan hubungan antara semua parameter morfologi embrio 3PN dengan status kromosomnya. Sebaliknya, pada tahap blastokista, derajat ekspansi blastokista <3 memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara bermakna daripada derajat ekspansi lainnya (90%,
P = 0,05). Begitu pula dengan derajat
intracellular mass (ICM) dan trofektoderm (TE), embrio dengan derajat ICM bukan A dan TE bukan A memiliki kelainan kromosom yang lebih tinggi secara signifikan (masing-masing 100,0%,
P = 0,001 dan 93,3%,
P = 0,001).
Kesimpulan: status kromosom embrio 3PN berhubungan secara bermakna dengan parameter morfologinya pada tahap blastokista, sehingga penilaian morfologi embrio 3PN pada tahap blastokista dapat digunakan bersama-sama dengan
preimplantation genetic screening (PGS) dalam menyeleksi embrio yang euploid supaya dapat ditransfer apabila tidak didapatkan embrio 2PN lainnya.
Introduction: Three pronuclear (3PN) zygote is one of the most frequently abnormal fertilization observed in IVF/ICSI technology, which are usually discarded as there are concerns about their abnormal chromosomal constitution. However, because in certain cases there are no other embryos available, new information would be valuable to consider transferring or discarding them. Aim: To analyze the chromosomal constitution 3PN embryos and to investigate the relationship between its morphology and the chromosomal status. Results: Thirty 3PN zygotes from 18 cycles were reviewed during a 6-month period. Biopsy was performed on day 5/6 which were subsequently screened for chromosomal status by Next Generation Sequencing (NGS) method. Of the 30 3PN embryos, 66.7 % were chromosomally abnormal. At the cleavage stage, there were no association between all morphological features and chromosomal status. In contrast, at blastocyst stage, a grade <3 blastocyst expansion had significantly higher chromosomal abnormality than the other grade of expansions (90%, P=0.05). As regards to intercellular mass (ICM) and trophectoderm (TE), embryos with grade non-A ICM and TE had a significantly higher chromosomal abnormality (100.0%, P=0.001 and 93.3%, P=0.001 respectively). Conclusion: chromosomal status and 3PN embryo morphology are linked at the blastocyst stage, and thus morphology asessment of 3PN blastocysts can be used in conjunction with PGS to select which embryo should be transferred when no other embryos from 2PN ICSI zygotes are available.