ABSTRAKPenelitian ini bertujuan memaparkan kompleksitas pengalaman perempuan yang
mengalami tindak pemaksaan hubungan seksual tanpa cara kekerasan fisik atau
ancaman kekerasan fisik melalui berbagai cara oleh kekasihnya, seperti bujuk rayu,
janji palsu, dan tipu muslihat dalam sistem hukum pidana Indonesia, khususnya pasal
285 KUHP yang membahas tentang perkosaan. Pengaturan terkait marital rape dalam
UU Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
tidak menjadi fokus analisis mengingat studi kasus penelitian adalah pada relasi
pacaran. Dalam menganalisis permasalahan kekerasan seksual dalam relasi pacaran,
penulis menggunakan teori the continuum of sexual violence dari Liz Kelly dan feminist
legal methods dari Bartlett. Metode penelitian adalah studi kasus dengan pendekatan
kualitatif berperspektif feminis. Melalui penelitian ini, penulis berargumentasi bahwa
pengalaman perempuan yang mengalami pemaksaan hubungan seksual yang dicapai
tanpa cara kekerasan fisik oleh kekasihnya berpotensi untuk tidak terdokumentasikan
oleh hukum karena sempitnya definisi hukum tentang perkosaan di Indonesia. Padahal,
perempuan yang menjadi korban mendapat dampak yang sangat buruk dari tindak
perkosaan tersebut. Sebagai implikasi, akses perempuan untuk mendapat keadilan dan
pemulihan tidak terjamin dalam kerangka hukum Indonesia. Dengan demikian, rumusan
tindak pidana terkait perkosaan sudah seharusnya mengalami proses redefinisi yang
memiliki keberpihakan bagi perempuan korban.
ABSTRACTThis study aims to describe the complexity of women experience in the rape case by the
act of non- physical violent by her lover, such as seduction and false promise. The study
see this problem through the legal system in Indonesia, especially article 285 of the
Criminal Code (KUHP) which discusses about rape. Article related marital rape in Law
Number 23 of Year 2004 Regarding Elimination of Domestic Violence is not the focus of
analysis considering the case study research is on dating relationships. For analyzing
the problem, the author uses the continuum of sexual violence theory by Liz Kelly and
feminist legal methods from Bartlett. The research method is case study with qualitative
approach with feminist perspective. Through this study, the authors argue that the
experience of women who have forced nonviolent sexual intercourse has the potential to
be undocumented by the law because of the narrowness of the legal definition of rape in
Indonesia. As an implication, the fulfillment of the rights of women victims to get
protection is not guaranteed within the framework of Indonesian law. Thus, the
formulation of criminal offenses related to rape should have undergone a redefinition
process.