Pola konsumsi energi ternyata menjadi masalah tersendiri yang menyebabkan biaya pokok penyediaan yang tinggi dikarenakan mahalnya sumber energi yang di gunakan untuk memenuhi beban puncak, serta nilai investasi yang tinggi untuk membangun pembangkit listrik yang hanya digunakan untuk memenuhi pemakian pada satu waktu . Maka tulisan ini meneliti dampak tarif listrik dinamis terhadap tagihan listrik dan biaya pokok penyedian untuk mengoptimalkan pembangkit yang tersedia. Dari hasil penelitian bahwa membuat rasio tarif
off peak dengan
peak 1:2 atau penurunan
off peak 6% dan kenaikan tarif
peak 26% membuat kenaikan tarif rata rata pelanggan industri 9% dan membutuhkan pergeseran beban dari
peak &
mid-peak ke
off peak sebesar 28% dan 1% agar tagihan listrik konsumen tidak berubah, kemudian jika tarif
off peak diturunkan 30% dan tarif
peak dinaikkan 26% membuat kenaikan tarif rata rata pelanggan industri 5%. Dengan kenaikan tarif
mid-peak 50% dan kenaikan
peak 26% membuat kenaikan tarif rata rata pelanggan industri 33 % dan membutuhkan pergeseran beban dari
peak&
mid-peak ke
off peak sebesar 63% dan 43% agar tagihan listrik konsumen tidak berubah. Selain itu elastisitas tarif menunjukan angka minus yang menunjukan bahwa tarif listrik industri bersifat elastis dan elastisitas silang nya bersifat komplenter. Tarif mid-
peak memiliki elastisitas yang paling berpengaruh dengan nominal -0,3%. Sekitar 33% pelanggan yang bersedia melakukan investasi untuk alat yang bisa menggeser beban ke luar beban puncak. Dari total biaya pembangkitan perhari yang mencapai Rp. 955.974.721.222 untuk suatu sistem maka dengan skema
Time of Use bisa menurunkan biaya pokok penyediaan total sebanyak 2,59% perhari atau Rp 10.126.850.860 ( Rp. 3.645.666.309.746 / tahun).
The pattern of energy consumption turns out to be a separate problem that causes high cost of supply due to the high energy sources used to meet peak loads, as well as a high investment value to build a power plant that is only used to meet usage at one time. So this paper examines the impact of dynamic electricity tariffs on electricity bills and supply costs to optimize the available power plants. From the results of the study that made the peak 1: 2 off peak tariff ratio or 6% drop off peak and 26% peak tariff increase made the average tariff increase for industrial customers 9% and needed a shift in load from peak & mid-peak to off peak of 28 % and 1% so that the consumer electricity bill does not change, then if the off peak tariff is reduced by 30% and the peak tariff is increased by 26%, the average tariff increase for industrial customers is 5%. With a 50% increase in mid-peak rates and a 26% increase in peak, the average tariff increase of industrial customers is 33% and requires a shift of load from peak & mid-peak to off peak by 63% and 43% so that consumer electricity bills do not change. In addition, the tariff elasticity shows a minus number which indicates that industrial electricity tariffs are elastic and the cross elasticity is complex. Mid-peak rates have the most influential elasticity with a nominal of -0.3%. Around 33% of customers are willing to invest in a tool that can shift the load out of the peak load. Of the total generation costs per day which reaches Rp. 955,974,721,222 for a system with the Time of Use scheme can reduce the total cost of providing a total of 2.59% per day or Rp. 10,126,850,860 (Rp. 3,645,666,309,746 / year).