Teknologi 5G diperkirakan akan hadir pada tahun 2020. Dalam rangka mewujudkan hal ini, diperlukan ekosistem yang dapat mendukung pengimplementasian teknologi 5G secara optimal. Salah satu tantangan dalam mempersiapkan ekosistem 5G adalah alokasi penggunaan spektrum frekuensi. Spektrum frekuensi merupakan salah satu sumber daya telekomunikasi yang terbatas, sehingga perlu pengelolaan yang optimal dan efisien untuk dapat memanfaatkan teknologi 5G secara maksimal. Spektrum frekuensi 3.5 GHz menjadi spektrum hotspot yang banyak di rekomendasikan dalam pengimplementasian teknologi 5G di forum telekomunikasi global, karena memiliki kapasitas dan jangkauan yang cukup untuk teknologi 5G. Sayangnya di Indonesia, spektrum frekuensi 3.5 GHz merupakan spektrum eksisting yang digunakan untuk layanan satelit.
Dengan penyebaran optik yang belum merata, serta karakteristik Indonesia yang merupakan negara archipelago dan rawan akan bencana alam menyebabkan layanan satelit masih menjadi layanan mandatory yang dimiliki oleh Indonesia. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini dilakukan analisis implementasi spektrum frekuensi 3.5 GHz untuk teknologi 5G di Indonesia dengan menggunakan metode STEP (Sosial, Teknologi, Ekonomi, Policy). Pada penelitian ini model framework yang berbasis metode STEP digunakan untuk melakukan pendekatan dengan melihat permasalahan berdasarkan perspektif ekonomi, perspektif sosial, perspektif teknologi dan perspektif policy. Sehingga di dapatkan perspektif yang utuh dan dapat menganalisis penggunaan spektrum frekuensi 3.5 GHz dengan lebih akurat dan dapat mengambarkan kondisi industri yang ada saat ini untuk penggunaan spektrum frekuensi 3.5 GHz di Indonesia.
Dari hasil penelitian analisis implementasi spektrum frekuensi 3.5 GHz untuk teknologi 5G di Indonesia dengan menggunakan metode STEP, didapatkan kesimpulan bahwa baik teknologi 5G dan satelit sama-sama membutuhkan spektrum frekuensi 3.5 GHz untuk layananya. Oleh karena itu strategi yang harus dilakukan regulator adalah memberikan edukasi kepada masyarakat, mengkaji secara teknis tentang kemungkinan sharing spektrum frekuensi, mengkaji secara ekonomi real manfaat yang didapatkan oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia dari layanan 5G. Terakhir mengadakan FGD agar hasil regulasi dapat diterima dan optimal.
5G technology is expected to be present in 2020. In order to achieve that, an ecosystem that can support the implementation of 5G technology optimally is needed. One of the challenges in preparing for the 5G ecosystem is the allocation of the use of the frequency spectrum. The frequency spectrum is one of the limited telecommunication resources, so it needs optimal and efficient management so that the impact of technological benefits can be felt to the maximum. The 3.5 GHz frequency spectrum is a spectrum of hotspots that are widely recommended in implementing 5G technology in global telecommunications forums, because it has sufficient capacity and reach for 5G technology. Unfortunately in Indonesia, the 3.5 GHz frequency spectrum is the existing spectrum used for satellite services. With the uneven distribution of optics, and the characteristics of Indonesia which is an archipelago and prone to natural disasters, satellite services are still a mandatory service owned by Indonesia. Therefore, in this study an analysis of the implementation of the 3.5 GHz frequency spectrum for 5G technology in Indonesia was carried out using the STEP method (Social, Technology, Economy, Policy). In this study the framework model based on the STEP method is used to make approaches that not only see problems based on an economic perspective but also from a social perspective, a technological perspective and a policy perspective. So that we get a complete perspective and can analyze the use of the 3.5 GHz frequency spectrum more accurately and can describe the current industrial conditions for the use of the 3.5 GHz frequency spectrum in Indonesia. From the results of an analysis of the implementation of the 3.5 GHz frequency spectrum for 5G technology in Indonesia using the STEP method, it was concluded that both 5G and satellite technologies both require a 3.5 GHz frequency spectrum for their services. Therefore the strategy that must be carried out by regulators is to provide education to the public, to study technically about the possibility of sharing the frequency spectrum, to assess economically the real benefits obtained by the government and the people of Indonesia from 5G services. The last is to hold an FGD so that the results of the regulation are acceptabel and optimal.that the 3.5 GHz frekuensi spektrum is more useful for being allocated to satellite services.