Menurut WHO, tingkatan
unmet need terhadap kontrasepsi pada wanita sangatlah tinggi, terutama pada daerah kelompok pendatang, wanita muda, daerah kumuh perkotaan, daerah pengungsian, dan wanita pasca kehamilan. Untuk itu, sebuah studi cross-sectional dilakukan pada Rumah Susun Jatinegara Barat untuk membuktikan keabsahan pernyataan tersebut.
Sejumlah 100 wanita yang baru pindah ke tempat tersebut setelah relokasi yang dilakukan oleh pemerintah, telah diteliti untuk mengetahui nilai prevalansi dari unmet need terhadap kontrasepsi. Beberapa faktor yang mempengaruhi ketidak inginan perempuan terhadap pemakaian kontrasepsi juga diteliti dalam studi ini.
Dalam studi ini, dapat diketahui nilai ketidak-pemakaian kontrasepsi di Rumah Susun Jatinegara Barat sebesar 49%. Sedangkan dalam kelurahan dimana Rumah Susun itu berada (Kampung Melayu), tingkatan unmet need pada wanita menikah di usia subur sebesar 30%. Beberapa faktor seperti sosioekonomi, sosiobudaya, lingkungan, dan lainnya telah diteliti, namun tidak menunjukkan asosiasi yang bermakna secara statistik (tidak mencapai
p < 0.05).
Kesimpulan: prevalansi unmet need pada Rumah Susun Jatinegara Barat tidak menemui angka pencapaian yang ditetapkan oleh BKKBN. Status sosioekonomi, faktor sosiobudaya, faktor lingkungan, dan faktor terkait
host lainnya tidak menunjukan asosiasi statistik yang bermakna dengan tingkatan
unmet need pada kontrasepsi oleh wanita menikah usia subur di Rumah Susun Jatinegara Barat, Jakarta.
According to WHO, the unmet need for contraception among the women are considerably high especially among the groups such as migrants, adolescents, urban slum dwellers, refugees, and the women in postpartum period. Therefore, a cross-sectional study was conducted in the Rumah Susun Jatinegara Barat to prove the statement. A number of women (100 people) who newly resided the area after the mass relocation by the government, were studied in order to identify the prevalence of the unmet need for contraception. The specific investigation regarding the factors associating with the prevalence of the unmet need for the contraception among married women, was also conducted. From this study, the number of the prevalence of the unmet need for the contraception in Rumah Susun Jatinegara Barat reached 49%, while in Kelurahan Kampung Melayu, the proportion was about 30%. Socioeconomical, sociocultural, envirornental, and other factors were observed in this study but resulting in weak association to the unmet need for contraception (p value was not < 0.05). In conclusion, the prevalence of the unmet need for contraception was considerably high and did not meet the goal set by the National population and family planning board. Socioeconomical status, sociocultural, environmental, and other host-related factor did not show a statistically significant association with the unmet need for contraception among married women in Rumah Susun Jatinegara Barat, Jakarta.