Latar Belakang : Krisis Miastenia (KM) terjadi karena perburukan gejala miastenia gravis (MG) ditandai dengan gagal napas akut, pemanjangan intubasi pasca-timektomi atau kelemahan bulbar yang menyebabkan dispnoe. Therapeutic Plasma Exchange (TPE) telah diterima sebagai terapi lini pertama untuk KM. Keterbatasan sumber daya di RSUPNCM membuat tatalaksana TPE tidak ideal sesuai dengan rekomendasi American Society of Apheresis (ASFA). Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi luaran pasien KM di RSUPNCM yang menjalani TPE.
Metode : Penelitian ini berdesain potong lintang dengan mengambil data sekunder kasus KM yang menerima TPE di Rumah Sakit Umum Cipto Mangunkusumo sejak Januari 2014-September 2018. Diagnosis KM didasarkan pada pemeriksaan klinis. Dilakukan analisa bivariat terhadap faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi luaran TPE pada KM.
Hasil : Sebanyak 38 kasus memenuhi kriteria inklusi. Luaran baik setelah menjalani TPE didapatkan pada 60,5% kasus. Awitan MG (p = 0,039) (OR 7,00; IK 1,18-41,5) dan jenis MG (p = 0,001) (OR 14,40; IK 2,88-71,82) memiliki hubungan bermakna dengan luaran TPE pada KM. MG awitan awal dan MG okular yang menjadi umum menunjukkan luaran yang lebih baik. Variabel spesifisitas antibodi menunjukkan trend kuat dalam mempengaruhi luaran TPE pada KM (p = 0,055) (OR 0,46; IK 0,27-0,80).
Variabel lainnya : jenis kelamin, ada tidaknya pneumonia, patologi timus, durasi MG, terapi MG, durasi awitan KM-TPE, total sesi TPE, volume plasma tukar, interval TPE, komplikasi TPE dan kesesuaian dengan ASFA tidak memiliki hubungan bermakna secara statistik dengan luaran TPE pada KM. Penderita KM yang menjalani TPE sesuai ASFA menunjukan perbaikan klinis yang lebih cepat dibandingkan yang menjalani TPE tidak sesuai ASFA.
Kesimpulan : MG awitan awal dan MG okular yang menjadi umum merupakan faktor yang dapat mempengaruhi luaran baik TPE pada KM. Penderita yang menjalani TPE sesuai ASFA menunjukan perbaikan klinis yang lebih cepat.
Background: Myasthenic crisis (MC) occurs due to worsening symptoms of myasthenia gravis (MG) characterized by acute respiratory failure, prolongation of post-thymectomy intubation or bulbar weakness causing dyspnoea. Therapeutic Plasma Exchange (TPE) has been accepted as first-line therapy for MC. The limited resources in RSUPNCM make the management of TPE not ideal according to the recommendations of the American Society of Apheresis (ASFA). The purpose of this study was to determine the factors that influenced the outcomes of MC patients at RSUPNCM who underwent TPE. Method: This study was a cross-sectional design by taking secondary data on MC cases that received TPE at RSUPNCM from January 2014 to September 2018. The diagnosis of MC is based on clinical examination. Bivariate analysis was carried out on factors that were thought to influence TPE outcomes in MC. Results: A total of 38 cases met the inclusion criteria. Good outcomes after undergoing TPE are found in 60.5% of cases. Onset of MG (p = 0.039) (OR 7.00; IK 1.18-41.5) and type of MG (p = 0.001) (OR 14.40; IK 2.88-71.82) have a significant relationship with TPE outcome on MC. Early-onset MG and ocular to generalized MG show better outcomes. Antibody specificity variables showed a strong trend in influencing TPE outcome in MC (p = 0.055) (OR 0.46; IK 0.27-0.80). Other variables: gender, pneumonia, thymic pathology, MG duration, MG therapy, duration of onset MC-TPE, total TPE session, plasma exchange volume, TPE interval, TPE complications and suitability with ASFA did not have a statistically significant relationship with TPE outcome on MC. Patients with MC who underwent TPE according to ASFA showed faster clinical improvement than those who underwent TPE not according to ASFA Conclusion: Early onset MG and ocular to generalized MG are factors that can affect the good outcome of TPE in MC. Patients who undergo TPE according to ASFA show faster clinical improvement.