The use of coal as fuel for the electricity industry also continues to increase as it is driven by the National Energy Policy (NEP). Environmental problems from coal combustion are to produce coal ash waste (fly ash, bottom ash) which accumulates on ash disposal. Marine environment is one of the environmental components that receive the impact of coal dust dispersion containing metals. At present environmental management and monitoring often ignores the pathways of metal contaminants. The objectives of this study were (1) to know the total metal, the potential for leaching, and the most dominant toxic metals from the coal combustion process to ash disposal. (2) Modeling metal marine pathways based on the most dominant metals. (3) Assessing potensial application of models to the marine environment. Methods of study used a sample of coal and coal ash of Sumatra type. Then metal determination was then carried out with ICP-MS and CV-AFS. Leaching potential uses TCLP testing and Leaching Ratio (LR) calculations. Data processing used statistical analysis, numerical models of 3D metal transport with simulations for 20 years of operating industry. This study dicovered that the largest total metal occurred after the coal turned into fly ash waste, while the largest Leaching Ratio (LR) occurred when it was still in the form of coal. The order of metals with the largest LR value from coal and coal ash in Sumatra is Sn> Pb> CrVI> Mo> Cu> Zn> li> Co> V> B> Ni> Cd. It is also known that the dominant toxic metal from the Sumatra type is Pb. The pathways model shows the dynamics of metals plunging into the sea, absorbed into floating sediments, and finally decomposes in the sediments. It then re-dissolves (leaching) at sea. The simulation results also show that lead (Pb) contribution from coal and coal ash at Teluk Palabuhanratu as a continuous source, from 2012-2015 was 50.4%. This study concludes that the model of metal pathways can be applied in the marine environment, as it show the inviolable location for the benefit of marine use.
Penggunaan batubara sebagai bahan bakar industri listrik juga terus meningkat karena didorong oleh Kebijakan Energi Nasional (KEN). Permasalahan lingkungan dari pembakaran batubara adalah dihasilkannya limbah abu batubara (fly ash, bottom ash) yang semakin menumpuk di ash disposal. Lingkungan laut merupakan salah satu komponen lingkungan yang menerima dampak dari sebaran abu batubara yang mengandung logam. Saat ini pengelolaan dan pemantauan lingkungan seringkali mengabaikan pathways dari kontaminan logam. Tujuan studi ini adalah (1) menganalisa total logam, potensi leaching, logam toksik yang paling dominan dari proses pembakaran batubara sampai ash disposal. (2) Membangun model pathways logam di laut berdasarkan logam yang paling dominan. (3) Mengkaji potensi penerapan model terhadap lingkungan laut. Metode studi menggunakan sampel batu bara dan abu batubara jenis Sumatera. Kemudian penentuan logam dilakukan dengan ICP-MS dan CV-AFS. Potensi leaching mengunakan uji TCLP dan perhitungan Leaching Ratio (LR). Pengolahan data menggunakan model numerik transpor logam 3D dengan simulasi selama 20 tahun industri beroperasi. Studi ini menemukan total logam terbesar terjadi setelah menjadi limbah fly ash, sedangkan LR terbesar terjadi ketika masih berbentuk batubara. Urutan logam dengan nilai LR terbesar dari batubara dan abu batubara Sumatera adalah Sn > Pb > CrVI > Mo > Cu > Zn > li > Co > V > B > Ni > Cd. Hasil model pathways menunjukkan dinamika logam yang jatuh ke laut, terserap di sedimen melayang, akhirnya terdeposisi di sedimen dasar, kemudian kembali terlarut di laut. Hasil simulasi juga menunjukkan, kontribusi logam dari sumber batubara dan abu batubara yang jatuh ke Teluk Palabuhanratu sebagai sumber kontinyu, dari Tahun 2012-2015 sebesar 50,4%. Studi ini menyimpulkan model pathways logam dapat diterapkan di lingkungan laut, karena dapat menunjukkan lokasi aman dari polutan untuk kepentingan penggunaan wilayah laut.