ABSTRAKPerjanjian pengikatan jual beli lahir sebagai akibat terhambatnya atau terdapatnya beberapa persyaratan yang ditentukan oleh undang-undang yang akhirnya menghambat penyelesaian transaksi dalam jual beli. Persyaratan tersebut ada yang lahir dari peraturan perundang-undangan yang ada dan ada pula yang timbul sebagai kesepakatan para pihak yang akan melakukan jual beli. Mengenai hal tersebut dalam hal ini penulis tertarik untuk menganalisis Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar Nomor 72/PDT/2015/PT.DPS. Kasus bermula pada tanggal 03 September 2004 lalu, HSB dengan istrinya HSS mengadakan Perjanjian/Ikatan Jual Beli dengan IPW dihadapan Notaris LB, maka dibuatlah Akta Nomor 1 tanggal 03 September 2004 tentang Perjanjian/Ikatan Jual Beli antara HSB dan HSS selaku Penjual dengan IPW selaku pembeli atas sebidang tanah Hak Milik Nomor 1376/Danginpuri Klod. Kemudian pada tanggal 05 Januari 2005 HSB dengan IPW telah sepakat bahwa HSB akan membeli kembali tanah yang sudah dijual. Dalam pembelian kembali tersebut HSB mempercayakan kepada pegawainya yaitu AAB, akan tetapi dalam pelaksanaannya AAB telah menyelewengkan kepercayaan HSB dengan menerbitkan Akta No.2 tanggal 5 Januari 2005 tentang Perjanjian/Ikatan Jual Beli antara IPW kepada AAB yang dibuat oleh Notaris LB tanpa diketahui sama sekali oleh HSB. Oleh karenanya akan dibahas mengenai keabsahan kedua perjanjian yang timbul dari peristiwa tersebut, apakah akta No.2 tanggal 5 Januari 2005 tentang Perjanjian/Ikatan Jual Beli antara IPW kepada AAB tersebut memiliki kekuatan hukum atau tidak dan bagaimana pertanggungjawaban Notaris yang membuat akta tersebut.
ABSTRACTThe agreement to buy and sell is born as a result of the obstruction or the existence of several requirements determined by law which ultimately hinder the settlement of transactions in buying and selling. These requirements are born from existing laws and regulations and there are also those that arise as an agreement between the parties who will make buying and selling. Regarding this matter, in this case the author is interested in analyzing the Decision of the Denpasar High Court Number 72 / PDT / 2015 /PT.DPS. The case began on 3 September 2004, HSB with his wife HSS entered into an Agreement / Buying and Selling Association with IPW before a Notary, LB, then Deed was made Number 1 dated 3 September 2004 concerning Agreement / Bond Sale
between HSB and HSS as the seller with IPW as the buyer of a plot of land Ownership Number 1376 / Danginpuri Klod. Then on 5 January 2005 HSB with IPW agreed that HSB would buy back the land that had been sold. In the repurchase, HSB entrusts its employees, namely AAB, but in its implementation AAB has misused HSB's trust by issuing Deed No.2 dated 5 January 2005 concerning Agreement / Bonds for Sale between IPW to AAB made by Notary LB without being known at all by HSB. Therefore, we will discuss the validity of the two agreements arising from the event. whether deed No.2 dated 5 January 2005 concerning the Agreement / Sale and Purchase Association between IPW to the AAB has legal strength or not and how the responsibility of the Notary who made the deed.