ABSTRAKMasifnya penggunaan plastik sekali pakai pada tahun 1950-an hingga saat ini dalam segala sektor kehidupan masyarakat semakin memperburuk persoalan sampah yang ada, tidak terkecuali di lingkungan masyarakat hukum adat di Desa Adat Kuta, Legian, dan Seminyak, Bali. Persoalan sampah muncul sebagai suatu problem sosial dan ekonomi. Sampah menjadi perhatian ketika plastik juga menjadi material yang dominan dalam komposisi sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga. Jumlah produksi sampah plastik yang besar dan tidak diimbangi dengan pengelolaan sampah secara tepat membuat sampah plastik mengalami kebocoran dan masuk ke lautan. Eksistensi sampah plastik ini sangat membayakan bagi bumi dan manusia. Guna mengetahui implementasi hukum terkait persampahan dan perilaku masyarakat dalam upaya mengatasi persoalan sampah plastik, dilakukan penelitian dengan metode sosiolegal. Dalam penelitian ini dilakukan studi hukum normatif dengan menganalisis peraturan hukum terkait sampah sekaligus studi hukum empiris melalui kegiatan observasi dan wawancara mendalam. Berdasarkan hasil penelitian, hukum positif Indonesia sejatinya telah mengakomodir perlindungan dan pelestarian lingkungan hidup, hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta pengelolaan sampah. Meskipun masih terdapat beberapa hal yang membuat masyarakat diposisikan dalam kondisi yang dilematis, seperti: a) ketiadaan hukum yang secara khusus mengatur sampah plastik, dan b) inkonsistensi substansi dalam hukum positif yang mengatur pengelolaan sampah. Sehingga kesadaran masyarakat atas pentingnya pelestarian lingkungan itu kurang tercermin dalam sikap dikarenakan pola pikir antroposentris seolah mewajarkan penggunaan plastik yang berlebih dan tanpa diimbangi pengelolaan sampah yang baik. Anggapan bahwa pengelolaan sampah masih menjadi tanggung jawab pemerintah menjadikan implementasi aturan hukum beserta himbauan terkait pengelolaan sampah kurang efektif berlaku di masyarakat. Oleh karena itu, perlu adanya peraturan adat berupa perarem yang mengatur secara spesifik pengelolaan sampah plastik sehingga dapat mengikat masyarakat secara adat, termasuk pendatang untuk bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkan
ABSTRACTThe massive use of disposable plastics in the 1950s till date in all sectors of people's lives has further exacerbated the existing of (solid) waste problem, including the Adat Law Communities (Balinese) in the Adat Villages of Kuta, Legian, and Seminyak, Bali. The waste problem appears as a social and economic problem. Waste is being a concern when plastic becoming a part of the dominant material in the composition of household waste and household-like waste. A large amount of plastic waste production which is not balanced by proper waste management made those plastic waste leaked and getting into the ocean. The existence of plastic waste jeopardizes the planetary and humanity. In order to know the implementation of waste regulations and the behavior of the Balinese in an effort to overcome the problem of plastic waste, the socio-legal studies were conducted. In this research, normative legal studies were conducted by analyzing legal regulations of household waste and household-like waste as well as empirical legal studies through observation and in-depth interviews. Based on the results of the study, Indonesia's positive law has actually accommodated the protection and preservation of the environment, the right to a good and healthy environment, and waste management. Although, there are still a number of things that make the Balinese positioned in the dilemmatic conditions, inter alia: a) the void of law which specifically regulating the plastic waste, and b) the inconsistent legal substance in the waste management regulations. So, the public awareness of the importance of environmental preservation is not reflected in the societies' behavior because the anthropocentric mindset seems to justify the use of excessive plastic and also waste mismanagement. The notion that waste management is the responsibility of the government makes the implementation of the rule of law along with the policies regarding waste management less effective in the community. Therefore, we need a customary law in the form of
perarem that specifically regulates the management of plastic waste so that it can customarily bind the Balinese, including the incomers to be responsible for their waste