ABSTRAKPerkembangan perekonomian dan ilmu pengetahuan yang pesat telah menimbulkan perubahan cepat pada produk-produk kosmetik, obat asli Indonesia dan alat kesehatan. Dewasa ini pendirian dan perkembangan industri-industri kosmetik terlihat semakin terasa signifikan. Terdapat beberapa regulasi yang seringkali digunakan dalam pengakan hukum kasus pemalsuan kosmetik di Indonesia, yakni Undang-Undang Merek (UU Nomer 20 Tahun 2016), Undang-Undang Kesehatan (Undang-Undang Nomer 36 Tahun 2009) dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU Nomer 8 Tahun 1999). Pemalsuan kosmetik melanggar merek kosmetik lainnya yang telah terdaftar, Dalam kasus pemalsuan kosmetik, Undang-Undang Merek merupakan regulasi utama yang seharusnya digunakan dikarenakan pemalsuan sendiri merupkan bentuk pelanggaran merek. Apalagi dengan adanya perubahan terhadap Undang-Undang Merek pada Pasal 100 Ayat (3) yang mengatur mengenai pemberatan sanksi pidana terhadap pelanggaran merek yang menyebabkan gangguan kesehatan dan/atau kematian. Skripsi ini menyimpulkan bahwa tidak semua kasus pemalsuan kosmetik dianggap sebagai bentuk Pelanggaran Merek karena mayoritas kasus yang dianilisis masih dianggap sebagai bentuk pelanggaran Undang-Undang Kesehatan. Permasalahan utama Undang-Undang Merek masih jarang digunakan adalah karena adanya ketentuan mengenai delik aduan pada Undang-Undang k. Untuk itu, seharusnya terdapat pengecualian terhadap Pasal 100 ayat (3) Undang-Undang Merek ini agar lebih dapat digunakan secara efektif.
ABSTRACTRapid economic and scientific developments have led to massive changes in cosmetic products, Indonesian traditional medicine and medical devices. Today, the establishment and development of the cosmetic industries seems increasingly significant. There are several regulations that are often used in law enforcement against cosmetic counterfeiting. These regulations come from different laws, such as the Mark Law (Law No. 20 of 2016), the Health Law (the Law No 36 of 2009) and the Consumer Protection Law (the Law No. 8 of 1999). As counterfeit cosmetics is infringing a registered trademark, Mark Law is one of the main regulation. Especially, the new Mark Law (No. 20 of 2016) imposes heavier penalties to trademark infringer that caused health problems and/or the death of human beings This research analyzes 50 court decisions on the case of illegal/counterfeit cosmetics from 2010-2018 in Indonesia. This article concludes that in Indonesia, not every problem of counterfeit cosmetics treated as Trademark Infringement because majority of the cases still treated as Health Law Infringement. The provision of Mark Law that require the trademark owner to initiate the legal process of the infringement of their trademark is the most used reason why counterfeiting cosmetics in Indonesia cannot easily be treated as trademark infringement This article recommends that the infringement of article 100 paragraph (3) on the Mark Law should be treaded as a regular offences not based on complaint.