ABSTRACTPenyakit Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu ancaman kesehatan yang mematikan, Pasien TB yang tidak mendapat pengobatan tepat dapat menjadi sumber infeksi di komunitas. Metode deteksi yang efektif sangat diperlukan dalam penanganan TB. Pemeriksaan biakan dahak merupakan metode baku emas (gold standard) namun memerlukan waktu relatif lama dan mahal. Pemeriksaan mikroskopik merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan di negara endemik TB. Namun demikian metode tersebut memiliki sensitivitas yang rendah, tidak mampu dalam menentukan kepekaan obat dan memiliki kualitas yang berbeda karena dipengaruhi oleh tingkat keterampilan petugas laboratorium. Hal tersebut diharapkan dapat diatasi dengan penggunaan pemeriksaan Tes Cepat Molekular (TCM) yang lebih cepat dibandingkan uji kepekaan dan dapat mengidentifikasi keberadaan kuman TB yang resistens terhadap rifampisin. Metode pemeriksaan TCM yang saat ini digunakan di Indonesia dengan menggunakan Xpert MTB/Rif. Penggunaan Xpert MTB/Rif telah direkomendasikan oleh WHO sejak tahun 2010. Sampai akhir 2017, telah terpasang 51 mesin TCM di Provinsi DKI Jakarta. Sehingga dilakukan penelitian untuk megetahui pemanfaatannya dengan melihat utlisasi TCM dan faktor yang mempengaruhi utilisasinya. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer didapat dengan wawancara terhadap petugas laboratorium di 13 fasilitas kesehatan yang terdapat di Provinsi DKI Jakarta, sedangkan data sekunder didapat dari laporan utilisasi TCM tahun 2017. Data primer dianalisis untuk mendapatkan informasi hal-hal yang mungkin mempengaruhi utilisasi TCM di suatu fasilitas kesehatan. Sedangkan data sekunder dianalisis untuk mendapatkan infromasi utilisasi TCM, tipe terduga yang diperiksa dengan TCM dan hasil pemeriksaan TB dengan TCM. Dari hasil peneltian didapatkan bahwa utlisasi TCM tahun 2017 sebesar 23,28%. Faktor yang mempengaruhinya yaitu masih ada fasilitas kesehatan yang belum memiliki jejaring pemeriksaan untuk pemeriksaan TCM serta masih adanya permintaan pemeriksaan mikroskopik BTA untuk diagnosis walaupun telah tersedia alat TCM di fasilitas kesehatan tersebut. Terkait dengan hal itu, maka jejaring untuk pemeriksaan TCM harus tersedia untuk seluruh fasilitas kesehatan yang telah terpasang alat TCM serta sosialisasi kepada klinisi atau dokter peminta pemeriksaan TB mengenai teknologi pemeriksaan TCM, alur pemeriksaan dan perawatan terduga TB, permintaan dan interpretasi hasil pemeriksaan TCM penting untuk dilakukan.
ABSTRACTTuberculosis (TB) is one of the deadliest health threats, TB patients who do not receive proper treatment can be a source of infection in the community. Effective detection methods are needed in handling TB. Sputum culture is a gold standard method but takes along time and costs are quite expensive. Microscopic examination is an examination that is widely used in endemic TB countries. However, this method has a low sensitivity, is unable to determine drug sensitivity and has different qualities because it is influenced by the level of skill of laboratory technician. This is expected to be overcome by the use of Rapid Molecular Test which is faster than sensitivity testing and can identify the presence of M. tuberculosis that are resistant to rifampicin. Until the end of 2017, 51 machines have been installed in DKI Jakarta Province. So research is conducted to find out its utilization by looking at the utilization value of Rapid Molecular Test and the factors that influence its utilization. The study was conducted by collecting primary data and secondary data. Primary data was obtained by interviewing laboratory officers in 13 health facilities in the DKI Jakarta Province, while secondary data was obtained from the 2017 TCM utilization report. Primary data were analyzed to obtain information on matters that might affect TCM utilization in a health facility. While secondary data were analyzed to obtain information on TCM utilization, the type of TB suspect examined by TCM and the results of TB testing with TCM. From the results of the research, it was found that the utilization of Rapid Molecular Test in 2017 was 21.74%. The factors that influence it are that there are still laboratory that do not have a laboratory network for Rapid Molecular examination and there is still a demand for AFB examination for diagnosis even though rapid molecular equipment is available at the laboratory. Related to this, the laboratory network for rapid molecular examinations must be available for all laboratories that have installed Rapid Molecular machine. Socialization to clinicians who requesting TB examination regarding Rapid Molecular examination technology, TB diagnostic alghorithms, requests and interpretation of Rapid Molecular examination results must be done.