Tesis ini membahas praktik negara-negara kepulauan dalam menarik garis penutup untuk keperluan batas perairan pedalaman sebagaimana ditentukan dalam Pasal 50 UNCLOS 1982. Penelitian ini adalah penelitian normatif, alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi dokumen, sehingga data yang digunakan adalah data sekunder dan teknik analisis yang digunakan adalah analisis isi (
content analysis). Dalam praktek negara kepulauan terdapat negara yang telah mengakomodir Pasal 50 UNCLOS 1982 dalam peraturan nasionalnya dan telah menerapkannya contoh Antiqua dan Barbuda, dan Fiji. Terdapat negara yang telah mengakomodir Pasal 50 UNCLOS 1982 dalam ketentuan nasionalnya tetapi belum menerapkannya contoh Cape Verde dan Kepulauan Solomon. Terdapat juga negara yang tidak mengakomodir Pasal 50 UNCLOS 1982 karena mempunyai pandangan berbeda terhadap perairan pedalamannya contoh Filipina. Indonesia termasuk negara kepulauan yang telah mengakomodir Pasal 50 UNCLOS 1982 di dalam ketentuan nasionalnya tetapi belum menentukan perairan pedalamannya secara formal, perkembangan terakhir Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Kordinator Bidang Kemaritiman bekerjasama dengan Badan Informasi Geospasial, Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut, dan Tim ahli bidang Geodesi sedang melaksanakan identifikasi dan pengkajian mengenai penetapan batas perairan pedalaman Indonesia. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu adanya koordinasi yang intensif dan kohemperensif antara kementerian dan kelembagaan yang terkait atas penetapan batas perairan pedalaman Indonesia dan Pemerintah Republik Indonesia perlu mendorong pembentukan pengaturan penetapan batas perairan pedalaman dalam bentuk Undang-Undang.
This thesis discusses the practice of Archipelagic State in drawing a closing line for the needs of internal water as Article 50 UNCLOS 1982. This research is normative research, the data collection tool used in this study is through the study of documents, so that the data used is secondary data and the analysis technique used is content analysis. In the practice of an archipelagic state there are countries that have accommodated Article 50 of UNCLOS 1982 in their national regulations and have implemented examples of Antiqua and Barbuda, and Fiji. There are countries that have accommodated in their national provisions but have not applied the example of Cape Verde and the Solomon Islands. There are also countries that do not accommodate Article 50 UNCLOS 1982 of example Philippine. Indonesia is an archipelago that has accommodated Article 50 of UNCLOS 1982 but has not formally determined its internal waters, recent developments of the Government of the Republic of Indonesia through the Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman in collaboration with the Badan Informasi Geospasial, the Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut, and the Geodesy Team identification and assessment of the boundaries of Indonesias internal waters. As a suggestion, it is necessary to have more intensive coordination between relevant ministries and institutions on the determination of the boundaries of internal waters of Indonesia and the Government of the Republic of Indonesia needs to encourage the establishment of internal waters boundary regulation arrangements in the form of the Act.