ABSTRAKUKM Kerohanian di UI, UNJ, UP dan Universitas Gunadarma merupakan organisasi
yang bertujuan untuk mensyiarkan Islam di kampus-kampus tersebut. Untuk mencapai tujuan
tersebut, UKM-UKM Kerohanian tersebut membutuhkan SDM-SDM yang memiliki
komitmen yang kuat untuk mensukseskan program-programnya. Dari hasil wawancara
dengan pengurus UKM Kerohanian tersebut, diketahui bahwa hanya sekitar 45% sampai
75% saja pengurus yang benar-benar terlibat aktif di organisasi-organisasi tersebut. Salah
satu faktor yang mempengaruhi komitmen adalah motivasi dan salah satu faktor yang
membentuk motivasi adalah goal orientation (GO), yaitu tujuan seseorang dalam mencapai
suatu prestasi (Pintrich & Schunk, 1996).
Ada dua macam goal orientation, yaitu yang task involved dan ego involved. Task
involvd GO adalah orientasi yang dimiliki seseorang ketika melakukan suatu aktivitas yang
berfokus pada melaksanakan tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan standar pribadi,
mengembangkan keterampilan-keterampilan baru, meningkatkan kompetensi, mencoba untuk
mengatasi sesuatu yang menantang atau mencoba untuk mengerti dan mendapatkan insight
baru dalam proses pembelajaran. Sedangkan yang dimaksud dengan ego involved GO adalah
orientasi yang menitikberatkan pada kemampuan dan prestasi relatif atau bagaimana
kemampuan dan prestasi itu akan dinilai atau dibandingkan dengan orang lain (dalam
Pintrich & Schunk, 1996). Goal yang ideal adalah goal yang task involved, karena dengan
goal ini, para pengurus UKM Kerohanian tersebut memiliki keinginan untuk mengerjakan
program-rogram yang menantang dan senantiasa berorientasi untuk belajar dan
mengembangkan diri, sehingga, selain meningkatkan kualitas individu, target-target dari
organisasi pun dapat tercapai. Penelitian ini mencoba melihat bagaimana profil goal
orientation pengurus yang terlibat aktif di UKM-UKM Kerohanian tersebut, apakah lebih ke
task involved GO atau ego involved GO
Karena salah satu faktor yang mempengaruhi goal seseorang, apakah akan menjadi task
involved atau ego involved adalah berasal dari dalam diri individu tersebut, maka nilai-nilai
yang tertanam di dalam diri seorang pengurus kerohanian merupakan hal yang penting untuk
dibicarakan sebagai salah satu hal yang berpengaruh untuk menentukan goal seseorang.Nilainilai
yang seharusnya tertanam dalam diri seorang pengurus UKM Kerohanian Islam adalah
nilai-nilai keislaman yang membentuk komitmen beragama seseorang. Menurut Glock
(1962), komitmen beragama adalah kepercayaan seseorang terhadap kebenaran agamanya,
praktek dari ajaran agama seseorang, bagaimana emosi atau pengalaman sadar yang terlibat
dalam diri seseorang, pengetahuan dan pemahaman seseorang tentang ajaran-ajaran agamanya, dan bagaimana efek agama seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Pengertian
komitmen beragama ini sekaligus membentuk dimensi-dimensi komitmen beragama.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dilakukan untuk mengetahui hubungan antara goal
orientation, baik yang task involved maupun yang ego involved dengan komitmen beragama
dan dimensi-dimensinya. Goal orientation diukur dengan menggunakan kuesioner yang
dirancang berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukakan oleh Andermen dan Maehr
(1994), Ames (1992b) dan Maehr & Midgley (1991) yang dirangkum oleh Pintrich & Schunk
(1996). Sedangkan komitmen beragama diukur dengan alat ukur yang berasal dari Glock
(1962) dan telah diadaptasi oleh beberapa orang dari UGM Yogyakarta. Hubungan antara
GO dan komitmen beragama diuji dengan menggunakan teknik korelasi dari pearson product
moment dan perbedaan mean yang berhubungan dengan data kontrol diuji dengan Anova.
Hasil perhitungan t-test menunjukkan bahwa pengurus UKM kerohanian tersebut
memiliki nilai mean yang tinggi pada task involved GO dan nilai mean yang rendah pada ego
involved GO. Dan mereka pun mendapatkan nilai mean yang tinggi untuk semua dimensi
komitmen beragama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara
task involved GO dengan dimensi ritual, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial dan
dimensi ideologis dari komitmen beragama dan ada hubungan yang negatif dan signifikan
antara ego involved GO dengan dimensi ritual, dimensi eksperiensial dan dimensi intelektual
dari komitmen beragama.
Hasil perhitungan anova menunjukkan tidak adanya hubungan antara GO dan dimensidimensi
komitmen beragama dengan katagori jenis kelamin subyek. Pada katagori asal
universitas. Gunadarma mendapatkan nilai mean tinggi pada task involved GO, dimensi
ideologis dan dimensi konsekuensial. Universitas Indonesia mendapatkan nilai teringgi pada
dimensi intelektual dan dimensi ideologis dari komitmen baragama sedangkan UNJ
mendapatkan nilai tinggi pada dimensi ritual. Universitas Pancasila mendapatkan nilai yang
lebih rendah pada semua variabel dan dimensi dibandingkan dengan universitas-unuversitas
yang lain. Untuk katagori jabatan, hanya berhubungan dengan dengan dimensi intelektual
dari komitmen beragama dan level middle manager mendapat nilai tertinggi pada dimensi ini
dibandingkan dengan level top manager dan level staff. Pada katagori angkatan,
berhubungan dengan dimensi ritual dan dimensi konsekuensial dari komitmen beragama dan
angkatan 1996 mendapatkan nilai tertinggi pada kedua katagori tersebut.
Nilai mean yang tinggi pada variabel task involved GO menunjukkan orientasi para
pengurus UKM tersebut dalam beraktivitas lebih ke task involved dari pada ego involved.
Dan mereka juga memiliki komitmen beragama yang baik dan ini terlihat dari nilai mean
yang tinggi pada semua dimensi komitmen beragama.
Hubungan yang positif dan signifikan antara task involved GO dengan beberapa dimensi
dari komitmen beragama menunjukkan bahwa semakin baik dimensi-dimensi tersebut
dilakukan, maka akan semakin task involved orientasi seseorang dalam beraktivitas di
organisasi tersebut. Di lain pihak hubungan yang negatif dan signifikan antara ego involved
GO dengan beberapa dimensi komitmen beragama menunjukkan bahwa semakin baik
pelaksanaan dimensi-dimensi komitmen beragama tersebut akan membuat orientasi ego
involved semakin rendah.
Tidak adanya hubungan antara katagori jenis kelamin dengan GO mendukung pernyataan
dari Pintrich dan Schunk yang menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin tidak menentukan
GO seseorang. Dan hal ini juga menunjukkan bahwa pria dan wanita tidak memiliki
perbedaan dalam komitmen beragama dengan semua dimemnsinya. Pada katagori universitas, lebih rendahnya nilai komitmen beragama pada pengurus
UKM kerohanian di Universitas Pancasila menunjukkan bahwa UKM di universitas tersebut
lebih diminati oleh beragam mahsiswa dalam hal komitmen beragamanya dan hal ini
disebabkan karena program-programnya yang lebih variatif dan lebih dapat diterima oleh
mahasiswa di universitas tersebut.
Untuk kategori jabatan, adanya perbedaan di setiap level pada dimensi intelektual
menunjukkan bahwa pemahaman para pengurus UKM kerohanian terhadap agamanya tidak
merata, level midclle mcinager memiliki nilai mean yang lebih tinggi pada dimensi tersebut
dan hal ini memerlukan perhatian yang cukup serius dari penghasil kebijakan di organisasiorganisasi
tersebut.
Untuk kategori angkatan, 1996 memiliki nilai yang lebih tinggi dari angkatan-angkatan
yang ada di bawahnya dalam hal pelaksanaan ibadah-ibadah ritual dan penerapan nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan sehari-hari dan hal ini pun memerlukan perhatian yang serius
dari para BPH UKM Kerohanian tersebut.
Dari diskusi di atas, peneliti mengajukan beberapa saran teoritis dan prakstis. Saran
teoritis yang terkait dengan penelitian diatas adalah yang terkait dengan alat ukur yang
dipakai dalam penelitian. Untuk alat ukur GO, perlu diteliti ulang keakuratan pengadopsian
dimensi-dimensi tersebut dari dunia pendidikan ke dunia organisasi, karena ada satu dimensi
yang seluruh itemnya gugur dalam uji reliabilitas dan validitas. Sedangkan untuk alat ukur
komitmen beragama perlu dikaji lebih mendalam unsur-unsur penting dalam agama Islam
yang dapat mengukur dimensi komitmen beragama. Selain itu pengambilan sampel dengan
teknik random sampling dan pembuatan norma dalam penelitian yang akan datang perlu
dilakukan agar hasil dari penelitian ini dapat digenerlisasikan kepada seluruh populasi.
Kemudian, saran praktis yang diajukan oleh peneliti adalah training-training untuk
peningkatan keterampilan berorganisasi juga perlu dilakukan mengingat besarnya keinginan
pengurus tersebut untuk belajar di organisasi. Dan juga perlu ditingkatkan penerapan nilai
keislaman di organisasi agar bisa meningkatkan task involved mereka.