Masyrakat seringkali menyelundupkan hukum dengan membuat dua buah perjanjian yang mana hanya perjanjian pertama yang diketahui oleh umum, sedangkan perjanjian kedua disembunyikan atau hanya diketahui oleh para pihak dalam perjanjian. Perjanjian seperti ini dikenal dengan nama perjanjian simulasi. Penelitian hukum ini bertujuan untuk menganilisis keabsahan perjanjian simulasi yang dibuat berulang, akibat hukum dari perjanjian simulasi yang berulang, serta tanggung jawab notaris dalam membuat perjanjian simulasi yang berulang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif analitis dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti dengan meneliti pada data sekunder bidang hukum yang ada sebagai data kepustakaan dengan menggunakan metode kualitatif. penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa perjanjian simulasi yang dibuat berulang tidak memenuhi syarat sahnya perjanjian sehingga tidak sah dan tidak mengikat para pihak. Perjanjian simulasi yang berulang ini tidak memenuhi syarat objektif perjanjian yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata yaitu sebab (kausa) yang halal karena dalam perjanjian simulasi yang tercipta adalah kausa yang palsu. Dalam kasus pada Putusan pengadilan Tinggi Yogyakarta Nomor 34/PDT/2017/PT YYK ini, para pihak menandatangani pengikatan jual beli tetapi kehendaknya adalah utang piutang yang dikategorikan sebagai perjanjian yang bersifat simulasi dengan bentuk kausa yang palsu. Hal ini mengakibatkan akta yang dibuat batal demi hukum dan tidak mempunyai kekuatan hukum sehingga tidak sah dan tidak mengikat para pihak. Sesuai dengan Pasal 84 UUJN, Notaris yang bertanggungjawab terhadap perjanjian simulasi yang dibuat berulang tersebut dapat dimintai tangung jawab biaya, ganti rugi, dan bunga.
The community often contravenes the law by making two agreements in which only the first agreement is known by the public, while the second agreement is hidden or only the parties to the agreement know. This agreement is known as the simulation agreement. This research aims to analyze the validity of the simulation agreement repeatedly made, the legal consequences of the agreement, and the notary's responsibility in making the agreements. This study uses descriptive analytical research method, using a normative juridical approach aims to describe or give an overview of the researched object by examining the existing secondary data in the law field as library data, using qualitative methods. This study concludes that the simulation agreement made repeatedly does not meet the legal requirements of the agreement,thus the agreement is invalid and unbinding the parties. This recurring simulation agreement does not meet the objective conditions of the agreement contained in article 1320 of the Civil Code, namely the lawful cause, because the simulation agreement had a false cause. In this case, the parties signed an agreement to buy and sell but the intention was loan categorized as a simulated agreement with a false causa. This results the deed made is null and void and has no legal force so the agreement isinvalid and it does not bind the parties. In accordance with Article 84 of Notary Act (UUJN), the Notary who is responsible for the recurring simulation agreement can be held responsible for costs, compensation, and interest.