ABSTRAKSelama ini, kemajuan pembangunan suatu negara digambarkan sebagai tahapan-tahapan perkembangan secara horizontal, dari pertanian, industri dan jasa. Transformasi dapat dilakukan ketika terjadi pemindahan kelebihan tenaga kerja sektor pertanian di pedesaan ke sektor industri di perkotaan tanpa mengurangi output di sektor pertanian. Pendekatan ini mendasarkan pada perkembangan revolusi industri 1.0 dan 2.0 Ketika industrialisasi berjalan, terjadi perpindahan penduduk dari desa ke kota. Untuk memasuki industrialisasi, suatu negara harus menyiapkan basis industrinya agar menjadi negara maju seperti yang dilakukan Jepang, Amerika Serikat dan beberapa negara Eropa. kondisi ini menekan kemajuan negara-negara yang terlambat melakukan industrialisasi dan mereka akhirnya hanya berperan sebagai penyedia bahan mentah. Pendekatan yang bersifat dualistik tersebut saat ini sudah ditinggalkan seiring dengan kemajuan teknologi informas, komunikasi dan transportasi. Pendekatan saat ini adalah melalui Global Value Chain (GVC). Negara berkembang dapat mengintegrasikan perekonomian dalam GVC tanpa harus membangun seluruh basis industrinya. Semenjak tahun 1990-an, beberapa negara berkembang mengalami pertumbuhan yang luar biasa. Melalui GVC, transpormasi vertikal di dalam beberapa sektor juga dapat dilakukan, sehingga suatu negara dapat memilih spesialisasinya. Transformasi vertikal juga memungkinkan penerapan industri 4.0, berjalan bersamaan dengan tahapan indsutri sebelumnya dalam satu waktu. Permasalahan yang dihadapi, pemikiran dan teori ekonomi yang dipakai saat ini berbasis pada pemikiran tahun 1850an sampai dengan tahun 1950-an sehingga tidak sesuai lagi dengan kondisi terkini yang sesuai dengan industri 4.0.