Penelitian ini memiliki fokus utama yang berusaha melihat formulasi kebijakan penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) yang ada di kabupaten Bekasi. Adapun, hal tersebut dilatarbelakangi oleh maraknya isu penolakan penetapan upah minimum oleh serikat buruh Kabupaten Bekasi melalui PP 78 Tahun 2015. Perspektif teoritis mengenai hubungan industrial serta formulasi kebijakan publik. Dalam konteks hubungan industrial, penelitian ini melibatkan empat elemen stakeholders yang terdiri atas pemerintah baik pusat maupun daerah, pengusaha maupun asosiasinya, pekerja/buruh maupun serikatnya serta akademisi. Adapun, persoalaan yang dibahas penelitian ini didasarkan pada ketentuan yuridis yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan. Adanya regulasi tersebut kemudian menggantikan ketentuan sebelumnya yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Dalam realitasnya, hal tersebut menimbulkan sejumlah persoalan seperti perbedaan dasar dalam menentukan besaran upah minimum, tidak berperannya fungsi Dewan Pengupahan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta penolakan serikat pekerja/buruh karena dianggap telah merugikan hak-hak yang dimilikinya. Teori yang digunakan dalam penelitian ini merujuk kepada proses perumusan kebijakan publik dan juga akto-aktor yang terkait dari Anderson serta teori hubungan industrial dari Payman Simanjuntak dalam menjaga hubungan harmonis para pihak yang terikat dalam hubungan industrial. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan melakukan pengumpulan data dengan melakukan wawancara mendalam dan studi kepustakaan sebagai data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa perubahan regulasi dalam kebijakan penetapan upah minimum dilakukan semata-mata dalam menjaga kondusifitas hubungan industrial dan juga kestabilan ekonomi sosial serta iklim investasi di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian diatas, maka pihak pemerintah yaitu Kementrian Ketenagakerjaan RI khususnya Direktorat Pengupahan disarankan dapat menjaga konflik kepentingan yang terjadi antara pengusaha dan pekerja dengan melakukan pertemuan bersama membahas latar belakang serta tujuan dari regulasi kebijakan penetapan upah minimum sehingga dapat diketahui dan dipahami oleh semua pihak.
This study has a main focus that seeks to look at the formulation of policies for the determination of Regency/City Minimum Wages (UMK) in Bekasi district. Meanwhile, this is motivated by the issue of the rejection of the determination of minimum wages by trade unions in Bekasi Regency through PP 78 of 2015. Theoretical perspective on industrial relations and the formulation of public policies. In the context of industrial relations, this research involves four elements of stakeholders consisting of central and regional governments, employers and their associations, workers/laborers and their unions and academics. Meanwhile, the issues discussed in this study are based on juridical provisions stipulated in Government Regulation (PP) Number 78 of 2015 concerning Wages. The existence of this regulation then replaced the previous applicable provisions, namely Law Number 13 of 2003 concerning Labor. In reality, this raises a number of problems such as the basic difference in determining the minimum wage, the role of the Provincial and District/City Wages Council and the refusal of trade unions because they are considered to have detrimental to their rights. The theory used in this study refers to the process of public policy formulation and also related actors from Anderson and the industrial relations theory of Payman Simanjuntak in maintaining the harmonious relations of parties bound in industrial relations. The approach used in this research is a qualitative approach and conducts data collection by conducting in-depth interviews and literature studies as secondary data. The results of this study indicate that changes in regulation in the minimum wage setting policy are carried out solely in maintaining the conduciveness of industrial relations as well as social economic stability and the investment climate in Indonesia. Based on the results of the research above, the government, namely the Ministry of Manpower of the Republic of Indonesia, especially the Directorate of Wages, is advised to maintain conflicts of interest between employers and workers by holding joint meetings to discuss the background and objectives of minimum wage setting policy regulations so that all parties can know and understand .