Pembangunan sistem kesehatan merupakan upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Perlu adanya Standar Pelayanan Minimal sebagai acuan untuk mengurangi kesenjangan pelayanan kesehatan antar daerah terutama dalam kasus penemuan tuberkulosis. Tuberkulosis menjadi perhatian penting bagi dunia kesehatan, dimana Tuberkulosis merupakan penyumbang tingginya angka kematian di dunia. Jumlah angka penemuan kasus Tuberkulosis di Indonesia masih cukup tinggi didunia. Salah satu upaya penanggulangan penyakit tuberkulosis yaitu peningkatan penemuan kasus TBC melalui kerjasama lintas sektor. Kerjasama lintas sektor dapat diwujudkan melalui peningkatan koordinasi, komunikasi, sumberdaya kemampuan dan kekuatan bersama dalam upaya mencapai target program nasional dalam penanggulangan TBC, serta diperlukan komitmen dan membuka peluang untuk saling membantu. Untuk meningkatkan peran lintas sektor dalam penanggulangan TBC di Wilayah Provinsi DKI Jakarta, maka dirumuskan suatu kebijakan dalam bentuk Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 28 tahun 2018 tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Studi ini bertujuan untuk menganalisis peran lintas sektor terhadap implementasi peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Puskesmas Jakarta Barat dengan menggunakan model implementasi kebijakan Van Meter Van Horn. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik WM dan telaah dokumen. Hasil penelitian ini bahwa kerjasama sama pihak Puskesmas dengan pihak lintas sektor masih minim, masih terdapatnya ketidakjelasan pembagian peran yang mengakibatkan tidak konsisten dalam menjalankan program kerja, belum adanya pedoman yang mengatur mekanisme pelaksanaan, masih belum terdapatnya alokasi dana terkait kebijakan, masih mengalami kendala terhadap pada pengambilan data, masih kurang sosialisasi terhadap kebijakan, meski terdapat dukungan ekternal namun dalam pelaksanaanya masih belum optimal.Sehingga dapat disimpulkan bahwa peran lintas sektor terhadap implementasi peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang penanggulangan tuberkulosis masih belum optimal. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilanjutkan dengan inovasi kebijkan dengan mempertimbangkan seperti telaah terkait peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang penanggulangan Tuberkulosis, perencanaan jadwal dan pelatihan untuk puskesmas dan lintas sektor, meningkatkan sosialisasi dan advokasi lintas sektor terkait peraturan gubernur no.28 tahun 2018 tentang Penanggulangan Tuberkulosis di Wilayah Jakarta Barat.
Health development system is an effort to improve the quality of life of people who wants to increase awareness, willingness, and ability of a person to live a healthy-life in order to achieve health status. Nowadays, TBC is an important issue for the world of health, where TBC is a contributor to the high mortality number in the world. The number of Tuberculosis cases in Indonesia is still quite high in the world. The way to tackle tuberculosis is to increase the discovery of TB cases through cross-sector collaboration. Cross-sector collaboration can be realized by doing the proper coordination, communication, resource capabilities and teamwork to achieve the targets of national program of TB, and needed commitment and opportunities to help each other. To increase the cross-sector role in TB control in the DKI Jakarta Province, they formulated the Regulation of the Governor of the Special Capital Region of Jakarta No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis. This study aims to analyze the role of cross-sector towards the implementation of Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis in West Jakarta Public Health Centre (Puskesmas) by using the implementation policy model of Van Horn Van Meter. This study is used qualitative methods with WM techniques and document review. The results of this study shows the collaboration among the public health centre with cross-sector parties are still minimal, still ambiguity in roles divsion which carrying inconsistent in the program schedule, no guidelines that regulate the implementation of mechanism programs, no allocation of funds related to the policy, constraints on data retrieval, insufficiency of policy dissemination, although there is external support, the implementation is still not optimal. We concluded that the role of cross-sector towards the implementation of Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning Tuberculosis Prevention is still not optimal. Therefore, this research needs to improve with policy innovation which consider the documents review regarding Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis, job planning and skill training for each element of public health centre and cross-sectoral, increasing socialization and advocation of cross-sectoral elements related to Governor Regulation No. 28 of 2018 concerning the Prevention of Tuberculosis in the West Jakarta Region.