Kedudukan keuangan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten/Kota adalah satu kesatuan dengan kedudukan keuangan KPU yang bersumber dari APBN. Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dilaksanakan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dengan pendanaan APBD dengan mekanisme pengelolaan APBN. Pembiayaan Pilkada bersumber dari APBD berpotensi menimbulkan berbagai permasalahan, yaitu terganggunya independensi KPU Kabupaten/Kota, karena pengajuan usul pendanaan Pilkada membutuhkan persetujuan kepala daerah. Pendanaan Pilkada dari APBD juga dapat mengganggu alokasi pendanaan pelayanan publik di daerah akibat pemotongan untuk pembiayaan Pilkada. Pengelolaan keuangan KPU oleh publik dinilai belum optimal, KPU belum pernah mendapat penilaian Wajar dengan Pengecualiaan (WDP) dari BPK. Temuan audit BPK dalam laporan keuangan KPU yaitu terkait pengelolaan keuangan KPU daerah belum maksimal karena belum memenuhi Standar Akuntansi Pemerintah (SAP), sehingga ditemukan adanya ketidaksesuaian antara pengeluaran dengan pencatatan saldo di rekening. Penelitian ini menggunakan metode hukum normatif terhadap data primer dan sekunder, sehingga diperoleh kesimpulan bahwa kedudukan keuangan KPU Kabupaten/Kota adalah satu bagian dengan keuangan KPU yang berasal dari APBN termasuk dana hibah Pilkada yang menjadi pendapatan KPU yang dimasukkan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) KPU. Pengelolaan keuangan KPU Kabupaten/Kota belum memenuhi asas akuntabilitas keuangan negara yang mengutamakan keefisienan dan keefektifan suatu program dan anggaran. Pemerintah harus melakukan peralihan sumber pendanaan Pilkada dari APBD menjadi bersumber dari APBN, dengan cara melakukan perubahan terhadap Pasal 166 dan Pasal 200 UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Pemerintah harus membangun suatu sistem pengelolaan keuangan yang terintegrasi dari pusat sampai dengan daerah untuk memudahkan pengawasan dan kontrol dari KPU.
The financial position of the Regency/City General Election Commission (KPU) is a united with the KPU`s financial position sourced from the State Budget. The implementation of Regional Head Elections (Pilkada) is carried out by the Provincial KPU and Regency/City KPU with APBD funding with the mechanism for managing the National Budget. The financing of regional head elections from the regional budget has the potential to cause various problems, namely the disruption of the independence of the Regency/City KPU, because the proposal for the Pilkada funding requires the approval of the regional head. Pilkada funding from the APBD can also disrupt the allocation of funding for public services in the regions due to cuts in financing for regional elections. Public financial management of the KPU is considered not optimal, the KPU has never received a Fair with Exclusion (WDP) assessment from the BPK. The BPK audit findings in the KPUs financial statements, which are related to the financial management of the regional KPU, have not been maximized because they have not met the Government Accounting Standards (SAP), so that there are discrepancies between expenditure and recording the balance in the account. This study uses normative legal methods for primary and secondary data, so that it can be concluded that the financial position of Regency / City KPU is one part of the KPUs finances originating from the APBN including Pilkada grant funds which are the KPU`s income included in the Budget Implementation List (DIPA) KPU. The financial management of the Regency/City KPU has not fulfilled the principle of state financial accountability that prioritizes the efficiency and effectiveness of a program and budget. The government must make a transfer of regional election funding sources from the APBD to be sourced from the APBN, by making changes to Article 166 and Article 200 of Law No. 8 of 2015 concerning the Election of Governors, Regents and Mayors. The government must build an integrated financial management system from the center to the regions to facilitate the supervision and control of the KPU