ABSTRAKTesis ini membahas bagaimana tanggung jawab pidana seorang pembunuh yang menderita skizofrenia paranoid. Penulis menjelaskan bagaimana keadaan pikiran seseorang yang menderitadari skizofrenia paranoid, khususnya ketika melakukan kejahatan pembunuhan, kemudian menghubungkan proses dengan doktrin rasa bersalah, untuk dapat menentukan apakah ada ada kesalahan dalam pelaku kejahatan pembunuhan, jadi berdasarkan prinsip geenstraf zonder schuld, aktor-aktor ini dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Penulis juga menjelaskan bagaimana peradilan pidana di Indonesia dan Amerika Serikat menanggapisoal pelaku kriminal yang menderita gangguan mental dalam persidangan. Hasil dari tesis ini adalah pelaku kejahatan yang menderita skizofrenia paranoid yang dapat dan tidak bisamemiliki rasa bersalah dalam melakukannya, tergantung pada tingkat kesadaran para pelaku saat melakukan tindakan ini, sehingga mereka dapat dan tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas kejahatan. Skizofrenia paranoid ini dapat diterima sebagai dasar untuk menghilangkan pertanggungjawaban pidana, baik di peradilan pidana Indonesia dan peradilan pidana AS, selama adaPernyataan Psikiater Forensik disetujui oleh hakim / juri. Saran bahwa yang bisa penulis berikan adalah yang segera meloloskan RUU KUHP karena pasal 44 dari KUHP tidak lagi dapat menjadi dasar hukum dari tindakan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang dengan skizofrenia paranoid. Kemudian, penulis juga menyarankan sosialisasi, terutama bagi petugas penegak hukum tentang pertanggungjawaban pidana pidana pelaku yang menderita gangguan mental agar tidak melakukan kesalahan dalam menjatuhkan hukuman terhadap pelaku ini.

---

ABSTRACTThis essay discusses how the criminal liability of a murderer suffering from paranoid schizophrenia. The author explains how the state of mind of someone sufferingfrom paranoid schizophrenia, especially when committing a crime of murder, then linking the process with the doctrine of guilt, to be able to determine whether there is an error in the perpetrator of a murder crime, so based on the principle of gestraf zonder schuld, these actors can be held liable for criminal liability. The author also explains how criminal justice in Indonesia and the United States respondsabout criminals who suffer from mental disorders in the trial. The results of this thesis are criminals who suffer from paranoid schizophrenia that can and cannothave guilt in doing so, depending on the level of awareness of the perpetrators when carrying out this action, so that they can and cannot be held accountable for crime. This paranoid schizophrenia can be accepted as a basis for eliminating criminal liability, both in Indonesian criminal justice and US criminal justice, as long as thereThe statement of the Forensic Psychiatrist was approved by the judge / jury. Suggestions that the author can give are those who immediately pass the Criminal Code Bill because article 44 of the Criminal Code can no longer be the legal basis for criminal acts committed by people with paranoid schizophrenia. Then, the authors also suggest socialization, especially for law enforcement officers regarding criminal liability of criminal offenders who suffer from mental disorders so as not to make mistakes in imposing sentences on these perpetrators.