UI - Skripsi Membership :: Kembali

UI - Skripsi Membership :: Kembali

Mekanisme pengujian peraturan daerah pasca putusan mahkamah konstitusi nomor 137/PUU-XII/2015 dan nomor 56/PUU-XIV/2016 dalam kerangka negara kesatuan = Mechanism of regional regulation review after contitutional court decision no. 137/PUU-XIII/2015 and constitutional court decision no. 56 /PUU-XIV/2016 in the framework of unitary state

William Aditya Sarana; Hamid Chalid, supervisor; Yunani Abiyoso, supervisor; Fitra Arsil, examiner; Ali Abdillah, examiner (Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019)

 Abstrak

Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 137 / PUU-XIII / 2015 dan Nomor 56/PUU- XIV/2016, Pemerintah Pusat tidak lagi dapat membatalkan Perda Provinsi dan Kabupaten Kota namun tetap dapat membatalkan Peraturan Kepala Daerah. Mahkmah Agung menjadi satu-satunya lembaga negara yang dapat membatalkan Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Undang-Undang. Dalam dua Putusan tersebut, pendapat sembilan (9) Hakim Konstitusi terpecah menjadi dua pendapat, pendapat pertama mengatakan bahwa Pemerintah Pusat tidak dapat mencabut instrumen hukum daerah mengacu pada prinsip pemisahan kekuasaan, yaitu bahwa pengawasan instrumen hukum daerah hanya dapat dilakukan melalui mekanisme judicial review oleh Mahkamah Agung. Sedangkan pendapat kedua (dissenting opinion) menyatakan bahwa Pemerintah Pusat tetap dapat mencabut produk hukum daerah berdasarkan argumennya pada prinsip negara kesatuan, yaitu bahwa wajar jika Pemerintah Pusat dalam bentuk negara kesatuan bertanggung jawab untuk mengawasi produk hukum daerah sehingga daerah (melalui instrumen hukum yang dikeluarkan) tidak bertindak menyimpang dari prinsip negara kesatuan yang membutuhkan hukum nasional yang bersatu. Metode penulisan yang digunakan adalah penulisan yuridis normatif dengan meneliti putusan pengadilan dan peraturan perundang-undangan. Dari hasil riset didapati bahwa, proses pengujian peraturan daerah di Indonesia sudah diatur sejak masa Orde Lama, Orde Baru, dan Pasca Reformasi di mana terjadi tarik ulur pengawasan oleh Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah terkait pengujian Peraturan Daerah. Pasca dua Putusan tersebut, Pemerintah Pusat hanya dapat melakukan pengujian Peraturan Daerah secara preventif (executive preview). Di sisi lain, terdapat kritik terhadap Mahkamah Agung dalam menangani perkara judicial review misalnya tidak diungkapkannya proses judicial review di Mahkamah Agung, putusan Mahkamah Agung yang tidak langsung berlaku, biaya proses judicial review yang mahal sehingga mempersulit akses keadilan bagi masyarakat, dan tidak ada batasan waktu untuk proses judicial review.

After Constitutional Court Decision Number 137 / PUU-XIII / 2015 and Number 56 / PUU-XIV / 2016, the Central Government can no longer revoke the Provincial and
District Regulations but still can revoke the Regional Head Regulation. The Supreme Court is the only state institution that can revoke Regional Regulation that is contrary to the Law. In the two Constitutional Court Decisions, nine (9) Constitutional Justices are divided into two opinions, the first opinion said that the Central Government could not revoke regional legal instruments referring to the principle of separation of powers, namely that supervision of regional legal instruments can only be carried out through a judicial review mechanism by the Supreme Court. Whereas a dissenting opinion states that the Central Government can still revoke regional legal products based on its
argument on the principle of a unitary state, namely that it is natural that the Central Government in the form of a unitary state is responsible for supervising regional legal products in the regions (through legal instruments issued) does not act in violation of the principle of a unitary state that requires united national law. The research method used is normative juridical writing with qualitative approach by examining court decisions and
legislation. From the research results it was found that, the process of testing local regulations in Indonesia has been regulated since the Old Order, the New Order, and the Post-Reformation period in which the Central Government supervised supervision of the Regional Government regarding the testing of Local Regulation. After the two Decisions, the Central Government can only conduct a Local Regulation testing preventively (executive preview). On the other hand, there was a critic of the Supreme Court in handling judicial review cases, for example the disclosure of a judicial review process in the Supreme Court, a Supreme Court ruling that did not immediately apply, the cost of an expensive judicial review process made it difficult to access justice, and there was no time limit for the judicial review process.

 File Digital: 1

Shelf
 S-Pdf William Aditya Sarana.pdf :: Unduh

LOGIN required

 Metadata

Jenis Koleksi : UI - Skripsi Membership
No. Panggil : S-pdf
Entri utama-Nama orang :
Entri tambahan-Nama orang :
Entri tambahan-Nama badan :
Program Studi :
Subjek :
Penerbitan : Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
Bahasa : ind
Sumber Pengatalogan : LibUI ind rda
Tipe Konten : text
Tipe Media : computer
Tipe Carrier : online resource
Deskripsi Fisik : ix, 156 pages : illustration
Naskah Ringkas :
Lembaga Pemilik : Universitas Indonesia
Lokasi : Perpustakaan UI
  • Ketersediaan
  • Ulasan
  • Sampul
No. Panggil No. Barkod Ketersediaan
S-pdf 14-21-575740149 TERSEDIA
Ulasan:
Tidak ada ulasan pada koleksi ini: 20494376
Cover