Selulosa mikrokristal memiliki banyak manfaat pada industri makanan, kosmetik, dan farmasi, salah satunya adalah untuk pembuatan tablet secara cetak langsung. Kebutuhan selulosa mikrokristal pada produksi obat di
Indonesia sebagian besar masih dipenuhi dengan cara impor yang berpengaruh pada mahalnya harga obat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan serbuk selulosa mikrokristal dari dua proses (A dan B), karakteristiknya, serta dibandingkan dengan selulosa mikrokristal komersial
(Avicel PH 101). Metode yang dilakukan pada proses A meliputi delignifikasi, isolasi, lalu hidrolisis dan pada proses B meliputi hidrolisis, delignifikasi, lalu isolasi. Identitas dari selulosa mikrokristal tidak terbentuk warna biru-ungu dengan uji iodin dan spektrum serapan IR yang mirip dengan standar. Didapatkan hasil pengamatan sampel A dan B berupa serbuk halus, tidak
berbau dan berasa. sampel A berwarna putih kekuningan, sampel B agak coklat. pH sampel; A = 5,5, B = 8,4. Sisa pemijaran sampel; A = 0,01%, B = 0,38%. kadar air sampel; A = 2,23%, B = 3,26%. Susut pengeringan sampel; A = 2,01%, B = 2,6%. Katagori aliran partikel sampel A = fair, B = poor. Pengaruh perlakuan awal biomassa serbuk bambu pada sampel B menunjukkan karakter yang tidak lebih baik dibandingkan dengan Sampel A dan standar Avicel PH 101.
Microcrystalline cellulose has many benefits in the food, cosmetics and pharmaceutical industries, one of which is to make direct press tablets. The need for microcrystalline cellulose in drug production in Indonesia is still largely met by imports which have an effect on the high price of drugs. The purpose of this study was to obtain microcrystalline cellulose powder from two processes (A and B), its characteristics, and compared with commercial microcrystalline cellulose (Avicel PH 101). The method carried out in process A includes delignification, isolation, then hydrolysis and in process B includes hydrolysis, delignification, then isolation. The identity of microcrystalline cellulose is not formed in blue-purple with iodine test and IR absorption spectrum similar to the standard. Obtained observations of samples A and B in the form of fine powder, odorless and tasteless. Sample A is yellowish white, sample B is rather brown. pH of the sample; A = 5.5, B = 8.4. Residue on ignition; A = 0.01%, B = 0.38%. Water content; A = 2.23%, B = 3.26%. Loss on drying; A = 2.01%, B = 2.6%. Flow character; A = fair, B = poor. The
effect of pretreatment of betung bamboo powder biomass in sample B showed a character that was no better than that of Sample A and the Avicel PH 101 standard.