Skripsi ini membahas mengenai Tinjauan dari Segi Hukum terhadap Operasi Tangkap Tangan di Indonesia. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini terkait dengan kasus yang baru-baru ini terjadi yaitu kasus operasi tangkap tangan Otto Cornellius Kaligis, Atty Suharti, dan Rohadi. Metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian yuridis-normatif dengan jenis data yang digunakan adalah data sekunder. penelitian dilakukan dengan mengandalkan penggunaan kepustakaan, termasuk di dalamnya buku-buku, literatur, serta norma-norma hukum yang tertulis baik dalam bentuk peraturan perundang-undangan maupun kebiasaan-kebiaasan yang berlaku di masyarakat. Sebelum muncul Perpres No. 87 Tahun 2016 tentang satgas saber pungli, tidak ada UU yang mengatur pasti tentang Operasi Tangkap Tangan itu sendiri. Hal tersebut menjadikan Perpres No. 87 Tahun 2016 menjadi satu-satunya ketentuan yang menggunakan kata Operasi Tangkap Tangan. Pada ketentuan lainnya seperti Pasal 1 angka 19 KUHAP yang mengatur mengenai tertangkap tangan sering dijadikan dasar hukum dari penangkapan Operasi Tangkap Tangan walaupun tidak terdapat kata Operasi Tertangkap Tangan.Hal tersebut dapat menyebabkan keambiguitas dan hasilnya dapat menyebabkan hak tersangka Operasi Tertangkap Tangan tersebut dilanggar. Maka dari itu dampak kurangannya pengaturan mengenai Operasi Tangkap Tangan akan dibahas pada skripsi ini.
This thesis discusses the legality of red-handed operations in the legal system in Indonesia. The problems discussed in this thesis are related to the recent cases, the cases of arrest of Otto Cornellius Kaligis, Atty Suharti, and Rohadi. The research method used in this thesis is juridical-normative research with the secondary data. The research was carried out by relying on the use of literatures, including books, literatures, and written legal norms in the form of legislations and habits that apply in the community. Before Precidential Decree No. 87 of 2016 was published, there was no law that regulates the Red-handed Operation itself. This makes Precidential Decree No. 87 of 2016 as the only provision that uses the word Red-handed Operation. In other provisions, such as Article 1 point 19, of KUHAP is often used as the legal basis for the arrest of Red-Handed Operations even though there is no word Red-Handed Operation in its regulation. This can lead to ambiguity and the results of it is the red-handed operation suspects rights can be violated. Therefore the impact of the lack of regulations regarding Red-Handed Operations will be discussed in this thesis.