Manajemen pengelolaan dan pemanfatan hutan di Indonesia gagal mewujudkan hutan lestari dengan salah satu indikasi laju deforestasi masih tinggi. Kerusakan hutan berdimensi gender karena besaran penderitaan yang ditanggung perempuan lebih berat dibandingkan laki-laki sebagai konsekuensi logis dari fungsi reproduksi, produksi dan konsumsi yang melekat padanya. Masyarakat desa Beji memiliki ide inspiratif model pengelolaan konflik pemanfaatan hutan yang mampumemberikan rasa keadilan dan kesejahteraan bagi banyak pihak. Penelitian ini bertujuan memformulasikan model pengelolaan konflik pemanfaatan sumber daya hutan yang dilakukan masyarakat desa Beji. Permasalahan yang diteliti adalah bagaimana masyarakat desa Beji memecahkan persoalan secara bijaksana pada saat menghadapi konflik antara fungsi hutan satu dengan yang lain supaya dapat diambil keputusan yang lebih memberikan rasa keadilan dan kesejahtaraan bagi banyak pihak? Penelitian menggunakan model riset partisipatoris, untuk menganalis data temuan lapangan supaya lebih mendalam menggunakan unsur metode filsafat berupa hermeneutika dan heuristika.Hasil penelitian masyarakat desa Beji menyelesaikan konflik pemanfaatan sumber daya alam hutan dengan mengembangkan pola berpikir sintesis, membangun pola hubungan dialektika positif antara perempuan dengan laki-laki, memprioritaskan kelestarian serta kesejahteraan semua mahkluk dalam jangka panjang. Nilai-nilai feminitas yang digunakan sebagai fondasi penyelesaian konflik pemanfaatan sumber daya alam adalah hormat terhadap kehidupan, kerjasama secara harmoni dengan seluruh unsur kosmis, peduli pada kepentingan semua pihak, kasih sayang (welas asih) terhadap semua mahkluk, dan berorientasi bagi kesejahteraan generasi sekarang maupun mendatang.